Monday 1 August 2011

Mukjizat Shalat dan Doa (part 2)

Oleh : M. Agus Syafii
Info :  agussyafii@yahoo.com
SMS : 087 8777 12 431

=============================================================

Terkabulnya Doa

Beberapa waktu yang lalu di Rumah Amalia saya kedatangan seorang bapak. Beliau bercerita tentang sakitnya penyakit radang empedu, penyakitnya sangat parah sehingga harapan hidupnya sangat menipis. Beliau menitipkan shodaqohnya untuk anak-anak Amalia dan memohon doa agar operasi yang dijalaninya berjalan dengan lancar sehingga masih ada harapan untuk berbuat baik untuk sesama. 'Saya yakin Mas Agus, hidup dan mati kita hanya ditangan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, kita hanya memohon dan berdoa semoga Allah memberkahi hidup dan mati kita sebagai hambaNya yang selalu bersyukur atas karuniaNya,' begitu tuturnya, kacamatanya nampak basah tak mampu untuk ditutupinya. berkali-kali beliau mengeluarkan kain pengelap untuk membersihkan kacamatanya. Usianya yang senja namun badannya masih terlihat tegap dan gagah tak terlihat bahwa didalam dirinya ada sesuatu penyakit yang menggerogoti tubuhnya.

        Perjalanan waktu begitu cepat. Operasi itu berjalan dengan lancar. Beliau kembali pulih dan bugar. Beliau bercerita bahwa proses menuju kematian kita sungguh menakjubkan, dari rasa dingin naik ke kaki, betis sampai di kepala. Rasa dingin itu berjalan perlahan. 'Terbayang malaikat maut segera mencabut nyawa saya, Mas Agus..'tuturnya, wajahnya penuh ekspressi yang jernih. 'Tak lupa saya selalu mengucapkan syahadat, jangan sampai saya mati dalam keadaan sebagai orang yang ingkar,' ucapnya dengan suara pelan. Dalam keadaan antara sadar dan tidak, beliau mendengar suara anak-anak yang sedang melantunkan ayat suci al-Qur'an dan bayangan dirinya pada masa lalu semua berjalan dengan cepat dan nampak jelas semua yang telah dilakukannya, dosa-dosa yang membuat takut dirinya sendiri . Disaat itu juga beliau memohon ampun kehadirat Allah agar diberikan kesempatan untuk bertaubat.

        Ketika beliau berjanji untuk bertaubat, tiba-tiba sadarkan diri. Semua operasinya dinyatakan berjalan dengan baik dan lancar. Tubuhnya kembali pulih seperti sediakala. Dari pengalaman itu beliau menjadi yakin bahwa doa yang dipanjatkan secara sungguh-sungguh dengan keikhlasan adalah sebuah keajaiban. Allah senantiasa peduli dengan apa yang kita pikirkan, kita rasakan dan apa yang kita perbuat. Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa mengabulkan doa-doa kita. 'Berdoalah kepadaKu, niscaya Aku kabulkan'(QS. Ghafir (40) : 60).

        --
        Obatilah orang-orang yang sakit dengan shodaqoh, bentengilah harta kalian dengan zakat dan tolaklah bencana dengan berdoa (HR. Baihaqi).


Terasa Perih Di Hati

Seorang laki-laki yang hatinya hancur. Laki-laki itu separuh baya. Wajahnya terlihat lebih tua daripada usianya sendiri. Awalnya ketika pernikahannya cukup membahagiakan sampai istrinya hamil dan melahirkan. Diusia anak laki-lakinya berumur sembilan bulan, istrinya meninggalkannya dan anak laki-lakinya. Istrinya meninggalkan karena kehidupan yang susah, 'aku menikah agar aku hidup bahagia bukan hidup susah.' begitu kata istrinya. Dalam seorang diri tanpa istri, dirinya merawat anak dan mengasuh. Apapun pekerjaan dilakukan untuk menghidupi sang buah hati. Kepergian istrinya telah membuat luka dihati, Peristiwa itu membuat dirinya menjauh dari Allah. Ibadah yang biasa dilakukan, tidak dilakukannya lagi. 'Buat apa sholat bila hidup menderita.' begitu tuturnya. Dengan hati yang terluka, perjalanan hidup ada kemudahan. Rizkinya lancar, anaknya tumbuh besar sampai menginjak kelas dua SD.

        Anaknya menjadi kebanggaan. disekolah selalu ranking satu. Semua surat dalam Juz Amma' telah dihapal. Bahkan anaknya sudah mampu membaca al-Quran dengan lancar. Kebahagiaan menyelimuti hidupnya, terkadang terselip kekecewaan, kemarahan dan perih dihatinya belumlah hilang. Sampai suatu hari anak laki-laki yang dicintainya sakit keras dan seminggu kemudian dipanggil oleh Sang Pecipta. Meninggal anak yang dicintainya benar-benar membuat hati terasa hancur, tidak ada lagi yang tersisa senyuman dibibir. Air matanya mengalir. 'Sudah tidak ada yang tersisa Mas Agus. Saya sudah tidak punya apapun dalam hidup ini kecuali hanya Allah.' Ucapnya malam itu di Rumah Amalia. Matanya basah, beberapa kali ia nampak mengusap air mata yang yg mengalir dipipi.

        'Saya mengira dengan cara menjauhi Allah, saya akan menemukan kembali apa yang hilang, yang terjadi malah sebaliknya, makin banyak kehilangan demi kehilangan. Saya kehilangan Allah, kehilangan istri, saya kehilangan anak dan saya kehilangan diri saya sendiri.' desahnya panjang memilukan, terasa perih dihati. 'Maafkan aku Ya Allah. Astaghfirullah,' ucapnya lirih. Malam semakin larut. Ditengah hatinya hancur, ia telah menemukan secercah cahaya, karena hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dirinya bergantung & memohon pertolongan.

        'Dan kembalilah engkau kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong lagi' (QS. az-Zumar : 54).



Keluarganya Bersatu Kembali

Pertengkaran demi pertengkaran mewarnai rumah tangganya, tak terelakkan lagi. Sampai pada suatu hari istrinya mengancam, memaksa minta cerai. Dalam keadaan emosi dirinya menjawab tantangan itu, 'Siapa takut? Ayo kita urus..!' Istrinya memaksa malam itu juga pulang ke rumah orang tuanya dengan membawa anak laki-lakinya yang baru berumur satu tahun, sementara anak laki-laki yang sulung berumur empat tahun tetap bersamanya. Setelah bepergian istrinya, terasa betapa repotnya harus memasak, mengurus rumah tangga, mencuci, membersihkan lantai, memandikan anak, memakaikan baju, menyuapi. Padahal dirinya juga harus membuka toko yang ada di depan rumah. Rasa sepi, marah, dendam, kecewa, kesal atas semua yang terjadi bercampur aduk dalam pikirannya. Hidupnya menjadi kacau, rumah dan tokonya lama-lama tak terurus, anaknya dan dirinya terbengkalai, mulailah terseret oleh pengaruh judi dan kehidupan malam. Makin lama usahanya semakin habis.

        Malam itu di Rumah Amalia terasa hening. Tidak lama kemudian istri saya menyuguhkan teh manis dan kue. Beberapa kali terlihat tangannya menyeka air mata yang sudah berjatuhan dipipinya. Ia teringat akan keagungan & keutamaan shodaqoh maka ia bershodaqoh dengan harapan keluarganya bersatu kembali. Saya kemudian mempersilahkan untuk mengambil air wudhu agar meredam kegelisahan hatinya dengan mengingatkan bahwa apapun yang terjadi pada dirinya untuk mengembalikan semua masalah hidupnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan berdoa memohon kepada Allah agar keluarganya bersatu kembali.

        Tidak lama kemudian dijemputlah istrinya. Sang istri akhirnya mau kembali ke rumah. Hari-hari berlalu jauh lebih indah dibanding sebelumnya. Suara lantunan ayat suci al-Quran senantiasa terdengar. Sholat fardhu berjamaah senantiasa dikerjakan. Ujian dan cobaan yang Allah berikan pada keluargannya telah mampu dilewatinya dengan baik. Keluarganya selamat dari kehancuran dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah. 'Alhamdulillah, Segala Puji Bagi Allah. Allah begitu sangat menyayangi kami sekeluarga yang telah menyelamatkan kami dari kehancuran,' ucapnya penuh syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.karena keluarganya telah bersatu kembali. Subhanallah..


Diterpa Badai Kehidupan

Terkadang kita diterpa badai kehidupan tanpa kita duga. Ujian & cobaan hidup bisa berupa sakit, kemiskinan, musibah sebenarnya agar kita ingat bahwa kehidupan ini berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Ada seorang bapak yang selama hidupnya jauh dari Allah. Sampai ada satu peristiwa yang begitu mengejutkan sehingga menyadarkan dirinya betapa Maha Besarnya Allah menegur dirinya karena telah lalai. Seorang bapak yang harus masuk Rumah Sakit Jantung Harapan Kita untuk di opname karena sakit jantung koroner yang dideritanya. Dokter telah memvonis untuk operasi. Hasil penelitian pemeriksaan dengan teliti menunjukkan ada yang tidak beres pada klep jantungnya.

        Dokter berpesan pada istrinya agar berdoa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena kemungkinan untuk sembuh sangatlah tipis. Kegagalan operasi jantung bisa berakibat kematian, pernyataan itulah yang membuat istrinya merasa terpukul. Beliau teringat suami yang dicintainya empat puluh tahun lebih telah dilewatinya berbagai suka maupun duka. Kebahagiaan dan penderitaan, tangis dan tawa selalu dirasakan bersama. Air matanya membasahi pipi. Rasanya kehawatiran itu menyelimuti hatinya, takut akan ditinggal selama-lamanya.

        Sampai kemudian istrinya berniat menyisihkan rizkinya untuk Rumah Amalia dan berdoa, 'Ya Allah, Ya Tuhanku, Engkau yang Maha Tahu, jadikanlah shodaqohku ini karena mengharap ridhaMu Ya Allah dan menjadi sarana kesembuhan suamiku.' Doa itu dipanjatkan dengan sepenuh hati. Beberapa hari setelah dilakukan operasi jantung. Dokter itu memberitahukan kepada Ibu bahwa operasi dilaksanakan berhasil, keadaan semakin membaik. Kemudian sang suami diperbolehkan untuk pulang dalam keadaan sehat walfiat. Seluruh keluarga itu sangat bersyukur kepada Allah atas kesembuhan dan kasih sayang Allah yang telah diberikan pada mereka sekeluarga. Subhanallah.

        Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu mereka yang apabila tertimpa musibah mengucapkan, 'Kami berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya (QS al-Baqarah (2) :155-156).



Menuju Keluarga Bahagia

Pasangan ideal dari kata keluarga adalah bahagia, sehingga idiomnya menjadi keluarga bahagia. Maknanya, tujuan dari setiap orang yang membina rumah tangga adalah mencari kebahagiaan hidup. Hampir seluruh budaya bangsa menempatkan kehidupan keluarga sebagai ukuran kebahagiaan yang sebenarnya. Meski seseorang gagal karirnya di luar rumah, tetapi sukses membangun keluarga yang kokoh dan sejahtera, maka tetaplah ia dipandang sebagai orang yang sukses dan berbahagia. Sebaliknya orang yang sukses di luar rumah, tetapi keluarganya berantakan, maka ia tidak disebut orang yang beruntung, karena betapapun sukses diraih, tetapi kegagalan dalam rumah tangganya akan tercermin di wajahnya, tercermin pula pada pola hidupnya yang tidak bahagia. Hidup berkeluarga memang merupakan fitrah sosial manusia. Secara psikologis, kehidupan berkeluarga, baik bagi suami, isteri, anak-anak, cucu-cicit atau bahkan mertua merupakan pelabuhan perasaan, ketenteraman, kerinduan, keharuan, semangat dan pengorbanan,semuanya berlabuh di lembaga yang bernama keluarga. Sacara alamiah, ikatan kekeluargaan memiliki nilai kesucian. Menikah tidak terlalu sulit, tetapi membangun keluarga bahagia bukan sesuatu yang mudah. Pekerjaan membangun, pertama harus didahului dengan adanya gambar yang merupakan konsep dari bangunan yang diinginkan. Gambar bangunan (maket) bisa didiskusikan dan diubah sesuai dengan konsep fikiran yang akan dituangkan dalam wujud bangunan itu.

        Demikian juga membangun keluarga bahagia, terlebih dahulu orang harus memiliki konsep tentang keluarga bahagia. Banyak kriteria yang disusun orang untuk menggambarkan sebuah keluarga yang bahagia, bergantung ketinggian budaya masing-masing orang, misalnya paling rendah orang mengukur kebahagiaan keluarga dengan tercukupinya sandang, pangan dan papan. Bagi orang yang pendidikannya tinggi atau tingkat sosialnya tinggi, maka konsep sandang bukan sekedar pakaian penutup badan, tetapi juga simbol dari suatu makna. Demikian juga pangan bukan sekedar kenyang atau standar gizi, tetapi ada selera non gizi yang menjadi konsepnya. Demikian seterusnya tempat tinggal (papan) , kendaraan, perabotan bahkan hiasan, kesemuanya itu bagi orang tertentu mempunyai kandungan makna budaya. Secara sosiologis psikologis, kehadiran anak dalam keluarga juga dipandang sebagai parameter kebahagiaan.

        Isteri bukan sekedar perempuan teman ngobrol dan ibu dari anak-anak, suami bukan sekedar lelaki, teman dikala sepi, ada konsep aktualisasi diri yang berdimensi horizontal dan vertikal. Orang bisa melakukan 'Free Love' dengan siapa saja, tetapi itu tidak identik dengan kebahagiaan. Mungkin bisa memuaskan syahwat dan hawa nafsunya, tetapi tidak pernah melahirkan rasa ketenteraman, ketenangan dan kemantapan jiwa. Menuju keluarga bahagia yang Islami, biasanya disebut dengan Keluarga Sakinah. Sebuah keluarga yang dilandasi dengan ketaatan kepada Allah & menjauhi semua laranganNya sehingga keluarga seperti inilah menjadi keluarga yang diberkahi oleh Allah di dunia & diakhirat.



Sakit Yang Menyiksa

Ketika datang sakit yang menyiksa maka sakit bisa menjadi nilai ibadah, bila kita mensyukuri bahwa sesungguhnya sakit bertanda agar kita lebih mendekatkan diri kepada Allah. Ada orang yang ketika sehat lupa diri, tidak pernah mengerjakan sholat lima waktu, zakat maupun shodaqoh maka Allah memberikan sakit untuk mengingatkan tentang kehidupan kita sebagai hamba adalah milik Allah. Sama seperti halnya seorang bapak semasa sehat dirinya lupa namun disaat sakit telah membuatnya lebih bersabar karena dirinya yakin itu adalah wujud kasih sayang Allah pada dirinya. Awalnya ia mengetahui bahwa dirinya menderita 'Verkalking', yakni sakit disebabkan pengapuran pada persendian kaki sehingga kalau digerakkan kakinya terasa sangat sakit menyiksa. Menurut dokter ahli tulang tempat dimana ia berobat mengatakan jalan satu-satunya untuk menyembuhkan sakit adalah dengan operasi.

        Beliau tidak malah langsung melaksanakan saran dokter namun malah bersama anak dan istrinya malah bershodaqoh untuk Rumah Amalia. Keyakinannya bahwa 'Obatilah orang-orang sakit dengan shodaqoh dan bentengilah harta kalian dengan zakat dan tolaklah bala' dengan doa' 'itulah satu-satunya cara kami memohon pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar diberikan kesembuhan.' begitu tuturnya.

        Entahlah, apa yang sesungguhnya terjadi, begitu bangun untuk menunaikan sholat subuh, beliau tidak lagi merasakan sakit pada persendian kakinya. begitu siangnya pak haji segera mendatangi dokter langgananannya untuk memeriksakan kesehatan kakinya. Setelah dipoto, ternyata pengapuran pada sendi kakinya telah hilang. Dokternya bertanya, apakah dia telah menjalani operasi?' Ia menjawab, 'saya tak pernah operasi, hanya meminta kepada Allah agar disembuhkan. Sang dokter itu mengakui bahwa kalau Allah Subhanahu Wa Ta'ala berkehendak, semua pasti terjadi.'

        Dari berbagai peristiwa yang telah beliau alami, perubahan sifat yang dulunya pemarah sekarang menjadi lebih sabar dan penyayang terhadap keluarganya. Sholat yang dulu tidak pernah dikerjakan, sekarang lebih tertib & tepat waktu. Zakat & shodaqoh lebih giat dilakukannya. Perubahan sikapnya semakin dirasakan oleh keluarganya sejak sakitnya parah. Begitu luar biasanya Allah memberikan pelajaran kemudian juga menyembuhkan pada persendian yang dideritanya namun juga sekaligus menyembuhkan penyakit hatinya.

        'Obatilah orang yang sakit dengan shodaqoh, bentengilah harta kalian dengan zakat dan tolaklah bencana dengan berdoa (HR. Baihaqi).



Indahnya Keluarga Sakinah

Keluarga sakinah sebenarnya istilah yang khas Indonesia yang menggambarkan suatu keluarga yang bahagia dalam perspektif ajaran Islam. Keluarga sakinah adalah satu ungkapan untuk menyebut sebuah keluarga yang fungsional dalam mengantar orang pada cita-cita dan tujuan membangun keluarga. Dalam bahasa Arab disebut dengan usrah sa`idah, keluarga bahagia.

        Penggunaan nama sakinah pasti diambil dari al Qur’an surat 30:21, litaskunu ilaiha, yang artinya bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan perjodohan bagi kita agar yang satu merasa tenteram terhadap yang lain. Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan. Pengertian ini pula yang dipakai dalam ayat-ayat al Qur’an dan hadis dalam kontek kehidupan manusia. Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam kehidupan keluarga, dan yang ideal biasanya jarang terjadi, oleh karena itu ia tidak terjadi mendadak, tetapi ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh, yang memerlukan perjuangan serta butuh waktu serta pengorbanan terlebih dahulu. Keluarga sakinah merupakan subsistem dari sistem sosial menurut al Qur’an, bukan bangunan yang berdiri di atas lahan kosong.

        21 item sub tema al Qur’an tersebut diatas merupakan landasan dari terbangunnya keluarga sakinah, dan permasalahan sosial seperti yang tersebut dalam item 22-53 diatas selalu berhubungan timbal balik dengan keluarga, mempengaruhi atau dipengaruhi. Uraian tentang konsep keluarga sakinah menurut al Qur’an pastilah kurang memadai , karena al Qur’an merupakan sumber yang tak pernah kering, oleh karena itu sesunguhnya perlu kajian yang sangat mendalam, tidak sesingkat seperti ini, apa lagi jika diplot dalam sistem sosial dalam kaitannya membangun bangsa. Oleh karena itu, saya ingin membatasi pada simpul-simpul yang bisa mengantar atau menjadi prasyarat tegaknya keluarga sakinah. Hal-hal yang menyangkut pembangunan masyarakat menurut al Qur’an. Diantara simpul-simpul yang dapat mengantar pada keluarga sakinah tersebut adalah :

        1. Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan nggemesi sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah.

        2. Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu (a) menutup aurat, (b) melindungi diri dari panas dingin, dan (c) perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik di luaran tampil menarik orang banyak, di rumah nglombrot menyebalkan.

        3. Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19). Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isteri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya.

        4. Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza aradallohu bi ahli baitin khoiran dst); (a) memiliki kecenderungan kepada agama, (b) yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda, (c) sederhana dalam belanja, (d) santun dalam bergaul dan (e) selalu introspeksi.

        5. Menurut hadis Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar’i), yakni (a) suami / isteri yang setia (saleh/salehah), (b) anak-anak yang berbakti, (c) lingkungan sosial yang sehat , dan (d) dekat rizkinya.



Hidup Hampa Menjadi Bahagia

Ada seorang bapak datang ke Rumah Amalia. Salam penuturannya waktu kecil ia berasal dari keluarga miskin, untuk sekolah saja ia harus memotong rumput untuk mencari makan kambing, sementara teman2nya duduk bercengkrama. Suatu saat dirinya pernah diejek teman2nya, 'mana ada gadis yang mau melirikmu? Kalo kamu kerjanya mencari rumput?' Mendengar perkataan itu dirinya menjadi sedih dan malu sampai ia nekad pergi ke ibukota menjadi loper koran kemudian menjadi pedagang asongan. Bekerja keras siang malam, tanpa diduga usahanya berkembang dan maju bahkan menikah dengan perempuan cantik yang ditaksirnya. Terlahirlah anak-anak yang cantik dan manis. Ia menanamkan anak-anakya untuk bekerja keras. Tanpa kekayaan, tidak akan pernah dipandang terhormat.

        Sekarang ia memiliki beberapa ruko usaha, biro perjalanan dan hotel. Setiap kali mendengar orang menjual tanah di desanya, selalu saja dibeli. Sampai sebagian besar tanah didesanya menjadi miliknya. Setiap orang yang memandang biasanya akan mengatakan betapa bahagia dirinya sebab apapun yang diinginkan bisa dimilikinya. Tetapi hati kecilnya ia merasakan sedih karena tidak bisa merasakan kebahagiaan dan apa yang sebenarnya yang dicari dalam hidup ini? Semuanya terasa adanya kurang. Sampai anak dan istrinya tidak pernah mengerti kenapa ia selalu marah. Bahkan anak-anaknya dan istrinya mengatakan ingin berpisah dari ayah mereka karena tidak ada kedamaian di rumah. Selalu saja yang dibicarakan bisnis, hari-harinya dipenuhi dengan bisnis, mulai bangun tidur sampai tidurpun telpon genggam tidak pernah berhenti berdering. Akhirnya bapak itu mengatakan, 'Mas Agus Syafii, ternyata uang kekayaan dan hasil kerja keras yang saya peroleh tidak bisa memberikan kebahagiaan yang saya idam-idamkan bahkan keluarga saya diambang kehancuran.' ucapnya dengan bercucuran air mata, dirinya merasa terperangkap dalam penderitaan.

        Saya kemudian mengajaknya untuk instropeksi diri ke dalam, sebagai seorang Muslim apakah sudah menjalankan kewajibannya. Dari situ terungkap bahwa dirinya selama ini lebih sibuk mengurus kehidupan duniawi semata. Boro-boro shodaqoh, sholat lima waktu saja hampir tidak pernah dikerjakan. Demikian juga pada anak-anak dan istrinya, tidak pernah dirinya menanamkan keimanan, hanya mengajarkan bekerja keras tanpa pondasi aqidah yang kokoh, akibatnya hidup mereka menjadi terasa hampa. Itulah sebabnya dalam mencari rizki dengan jalan ketaqwaan kepada Allah menjauhkan hidup kita terperangkap dalam derita.

        Sejak itu dirinya dan keluarganya lebih mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah sholat dan shodaqoh menjadi lebih rajin & ringan dilaksanakan. Dampaknya bukan hanya keluarganya bahagia saja tetapi juga keselamatan, kesehatan, ketenangan hati. Seperti ketika dirinya sedang bersama sopirnya dari bandara hampir terjadi kecelakaan yang bisa berakibat fatal namun ia dan sopirnya selamat bahkan mobilnya terhindar dari tabrakan. 'Alangkah banya nikmat yang Allah telah anugerahkan kepada kami & keluarga. Jika saya renungkan sejak mendekatkan diri kepada Allah begitu banyak anugerah yang kami dapatkan dari nikmat kebahagiaan, keselamatan, kesehatan, rizki hingga ketenangan hati.'

        'Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.' (QS. Ath-Thalaq : 2-4).



Penyakit Yang Menghambat Terwujudnya Keluarga Sakinah

Sudah menjadi sunnatullah dalam kehidupan, segala sesuatru mengandung unsur positif dan negatif. Dalam membangun keluarga sakinah juga ada faktor yang mendukung ada faktor yang menjadi kendala. Faktor-faktor yang menjadi kendala atau penyakit yang menghambat tumbuhnya sakinah dalam keluarga adalah,

        1. Akidah yang keliru atau sesat, misalnya mempercayai kekuatan dukun, magis dan sejenisnya. Bimbingan dukun dan sejenisnya bukan saja membuat langkah hidup tidak rasional, tetapi juga bisa menyesatkan pada bencana yang fatal.

        2. Makanan yang tidak halalan thayyiba. Menurut hadis Nabi, sepotong daging dalam tubuh manusia yang berasal dari makanan haram, cenderung mendorong pada perbuatan yang haram juga (qith`at al lahmi min al haram ahaqqu ila an nar). Semakna dengan makanan, juga rumah, mobil, pakaian dan lain-lainnya.

        3. Kemewahan. Menurut al Qur’an, kehancuran suatu bangsa dimulai dengan kecenderungan hidup mewah, mutrafin (Q/17:16), sebaliknya kesederhanaan akan menjadi benteng kebenaran. Keluarga yang memiliki pola hidup mewah mudah terjerumus pada keserakahan dan perilaku manyimpang yang ujungnya menghancurkan keindahan hidup berkeluarga.

        4. Pergaulan yang tidak terjaga kesopanannya (dapat mendatangkan WIL dan PIL). Oleh karena itu suami atau isteri harus menjauhi berduaan dengan yang bukan muhrim, sebab meskipun pada mulanya tidak ada maksud apa-apa atau bahkan bermaksud baik, tetapi suasana psikologis berduaan akan dapat menggiring pada perselingkuhan.

        5. Kebodohan. Kebodohan ada yang bersifat matematis, logis dan ada juga kebodohan sosial. Pertimbangan hidup tidak selamanya matematis dan logis, tetapi juga ada pertimbangan logika sosial dan matematika sosial. Akibat Kebodohan sosial & matematis sosial maka sering terjadi pertengkaran dalam keluarga.

        6. Akhlak yang rendah. Akhlak adalah keadaan batin yang menjadi penggerak tingkah laku. Orang yang kualitas batinnya rendah mudah terjerumus pada perilaku rendah yang sangat merugikan.

        7. Jauh dari agama. Agama dalah tuntunan hidup. Orang yang mematuhi agama meski tidak pandai, dijamin perjalanan hidupnya tidak menyimpang terlalu jauh dari rel kebenaran. Orang yang jauh dari agama mudah tertipu oleh sesuatu yang seakan-akan menjanjikan padahal palsu.



Kesembuhan Yang Penuh Berkah

Ketika cobaan atau musibah menghampiri kita, seolah diterjang badai kehidupan. Banyak yang menyangka bahwa cobaan atau musibah itu adalah adzab dari Allah, dianggapnya sebagai murka Allah. Padahal jika kita renungkan lebih dalam, sebenarnya selagi kita masih hidup, Allah berkenan memberikan kesempatan agar kita memperbaiki kesalahan yang kita lakukan. Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak pernah memberikan siksaan melainkan 'sentilan kecil' bagi kita hambaNya yang lalai dan lupa diri untuk kembali ke jalan yang benar. 'Sesungguhnya Allah tidak pernah memberikan siksa kepada seseorang walaupun sebesar zarrah sekalipun dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisiNya pahala yang besar.' (QS. an-Nisaa' : 40).

        Itulah yang terjadi pada seorang Ibu yang mengasuh anaknya seorang diri sampai kemudian putranya menginjak dewasa harus masuk rumah sakit karena penyakit kronis yang dideritanya. Setelah dilakukan pemeriksaan putranya dinyatakan oleh dokter bahwa sakit yang dideritanya harapan untuk sembuhnya sangatlah tipis. Menurut dokter agar memenuhi keinginan putranya dan berdoa, 'Siapa tahu ada harapan untuk sembuh, Allah Maha Menyembuhkan Ibu.' begitu tutur dokternya. Tentu saja hal itu membuat hati sang ibu menjadi sangat bersedih, apa yang dituturkan oleh dokter menjadi teringat bagaimana dulu ketika dirinya menjaga dan merawat suami nya dan akhirnya meninggal dunia justru ditengah kebahagiaan keluarga yang dirasakannya. Kesedihan yang dirasakan akan berpisah dengan putranya selama-lamanya. Seolah tiada lagi harapan yang tersisa orang yang dicintai menemani hidupnya.

        Ia kemudian berisiatif shodaqoh untuk Rumah Amalia berharap keridhaan Allah untuk kesembuhan putranya. Dua pekan kemudian ada kabar yang cukup menggembirakan, dokter telah memberitahukan kepada sang ibu bahwa putranya memiliki harapan untuk disembuhkan dan keadaan sedikit demi sedikit telah membaik. Ahirnya putra beliau telah keluar dari rumah sakit dalam keadaan sehat walfiat. Semuanya sangat berbahagia dan bersyukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas kesembuhannya yang penuh berkah. Obatilah orang yang sakit dengan shodaqoh, bentengilah harta kalian dengan zakat dan tolaklah bencana dengan berdoa (HR. Baihaqi).


Tantangan Membangun Keluarga Sakinah

Tantangan paling berat membangun keluarga sakinah di tengah masyarakat modern adalah dalam menghadapi penyakit manusia modern. Pada zaman Nabi, tantangan lebih bersifat fisik, tetapi pada zaman modern, musuh justeru menyelusupke rumah tangga melalui teknologi komunikasi & informasi. Anak-anak sejak kecil tanpa disadari sudah dijejali dengan pemandangan dan pengalaman melalui teknologi komunikasi & informasi, sehingga pendidikan keluarga menjadi tidak efektif. Menurut sebuah penelitian yang dikutip oleh DR. Zakiah Daradjat, perilaku manusia itu 83 % dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11 % oleh apa yang didengar dan 6 % sisanya oleh berbagai stimulus campuran. Dalam perspektif ini maka nasehat orang tua hanya memiliki tingkat efektifitas 11 %, dan hanya contoh teladan orang tua saja yang memiliki tingkat efektifitas tinggi.

        Ada tiga lingkaran lingkungan yang membentuk karakter manusia, keluarga, sekolah dan masyarakat. Meski ketiganya saling mempengaruhi, tetapi pendidikan keluarga paling dominan pengaruhnya. Jika suatu rumah tangga berhasil membangun keluarga sakinah, maka peran sekolah dan masyarakat menjadi pelengkap. Jika tidak maka sekolah kurang efektif, dan lingkungan sosial akan sangat dominan dalam mewarnai keluarga. Pada masyarakat modern, pengaruh lingkungan sangat kuat, karena ia bukan saja berada di luar rumah, tetapi menyelusup ke dalam setiap rumah tangga, sehingga menimbulkan penyakit tersendiri, yakni penyakit manusia modern.

        Penyakit manusia modern terutama adalah apa yang disebut Pisikolog Humanis Rolllo May sebagai Manusia dalam Keangkeng. Mereka tidak tahu apa yang diinginkan dan tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkan. Mereka mengalami keterasingan dari lingkungan bahkan dari diri sendiri. Mereka juga dikerangkeng oleh tuntutan sosial. Dalam hidupnya mereka berusaha keras melakukan apa yang seakan-akan mereka inginkan, padahal sebenarnya keinginan sosial. Mereka sibuk meladeni keinginan orang lain sampai lupa akan keinginan sendiri. Rumah, pakaian, kosmetik, kendaraan, model rambut dan gaya hidup lainnya disesuaikan dengan pesanan sosial. Karena sulit akhirnya dalam pergaulannya mereka harus menggunakan berbagai topeng sosial, topeng tertawa, topeng tangisan, topeng serius, topeng perjuangan dan seterusnya, dan saking seringnya memakai topeng sosial sampai lupa wajah sendiri.

        Ternyata resep membangun keluarga sakinah tidak berubah. menurut al Qur’an diantara simpul-simpul yang dapat mengantar pada keluarga sakinah tersebut adalah. Pertama, Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan nggemesi, sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah. Kedua, Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu (a) menutup aurat, (b) melindungi diri dari panas dingin, dan (c) perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik di luaran tampil menarik orang banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan.

        Ketiga, Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19). Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isteri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya. Keempat, Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza aradallohu bi ahli baitin khoiran dst); (a) memiliki kecenderungan kepada agama, (b) yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda, (c) sederhana dalam belanja, (d) santun dalam bergaul dan (e) selalu introspeksi.vKelima, Menurut hadis Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar’i), yakni (a) suami / isteri yang setia (saleh/salehah), (b) anak-anak yang berbakti, (c) lingkungan sosial yang sehat , dan (d) dekat rizkinya.

        Dalam zaman apapun, jika petunjuk Rasul tersebut diatas diikuti, maka pada keluarga itu akan terbangun benteng yang kokoh terhadap penyakit kerangkeng sosial itu dan menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Ada beberapa tingkatan kualitas keluarga. Pertama kualitas mutiara. Mutiara tetaplah mutiara meski terendam puluhan tahun di dalam lumpur. Keluarga yang berkualitas mutiara, meski hidup di zaman yang rusak atau tinggal di lingkungan sosial yang rusak, ia tetap terpelihara sebagai keluarga yang indah dengan pribadi-pribadi yang kuat. Keluarga ini memiliki mekanisme dan sistem dalam pergaulan sosial yang menjamin keutuhan kualitasnya meski di tengah masyarakat yang tak berkualitas.

        Kedua, kualitas kayu. Kursi kayu akan tetap kuat dan indah jika berada dalam ruang yang terlindung, tetapi jika terkena panas dan hujan, lama kelamaan akan rusak. Model keluarga seperti ini sepertinya terpengaruh oleh lingkungan negatif masyarakatnya, tetapi sebenarnya yang terpengaruh hanya lahirnya saja, mungkin hanya mode pakaiannya, hanya kemasan lahirnya, sedangkan etosnya, semangatnya, komitmennya, keteguhannya tidak terlalu terusik oleh situasi sosial. Kerusakan lahir keluarga ini dapat segera diperbaiki dengan sedikit shock therapy, dengan sedikit pendisiplinan kembali, seperti kursi yang rusak karena kehujanan bisa diperbaiki dengan dipoliytur kembali.

        Sementara itu, yang ketiga kualitas kertas, apalagi sekelas kertas tissue, ia segera akan hancur jika terendam air. Model keluarga seperti ini sangat rapuh terhadap dinamika sosial. Mereka mudah mengikuti trend zaman dengan segala macam assesorisnya sehingga identitas asli keluarga itu hampir tidak lagi nampak. Segala macam trend masyarakat diikuti dengan semangat, tanpa mempertimbangkan esensinya. Di butuhkan laminating sosial untuk melindungi keluarga seperti ini dari pengaruh buruk masyarakatnya. Laminating sosial bisa berbentuk pakaian, yaitu mengenakan pakaian yang dikenali sebagai pakaian orang baik-baik, misalnya busana muslimah, bisa juga menjadi anggota dari club atau kumpulan orang-orang yang dikenali sebagai kumpulan orang-orang baik, misalnya menjadi anggota majlis pengajian atau orhganisasi yang dikenal melakukan aktifitas keagamaan berstruktur, atau tinggal di dalam lingkungan yang ketat sistem pemeliharaan identitasnya.



Maafkan Aisyah, Ibu

Aisyah gadis yang cantik, sekalipun usianya baru tujuh tahun, dia sangat cerdas namun disisi lain selalu cemburu dengan kakaknya. Mulai dari makanan, pakaian, bahkan kasih sayang. Bagi Aisyah, ibu adalah sosok yang tidak adil, selalu membedakan dirinya dengan kakaknya. Aisyah merasa kakaknya lebih disayangi oleh sang ibu. Ketidaksukaannya semakin lama semakin memuncak, kemudian dia wujudkan pada sikap dan perilaku ketidaksukaannya kepada kakak dan ibunya. Pada suatu malam sang ibu bertanya, 'Apakah Aisyah mencintai ibu?' 'Tentu, Aisyah sangat sayang ama ibu.' jawab Aisyah. Sang Ibu bertanya lagi, 'sayang mana pada ibu atau kalung itu?' 'Tentu saja Aisyah lebih sayang ibu daripada kalung ini.' Jawab Aisyah sambil memegangi kalung yang dipakainya. Mendengar jawaban Aisyah, sang ibu meminta kalung yang dipakainya. Aisyah terkejut bukan main atas permintaan ibunya karena Aisyah sangat menyukai kalung yang ada dilehernya. 'Ibu, ambillah yang ibu suka asal jangan kalung ini karena tanpa kalung ini aku tidak terlihat cantik.' Ucap Aisyah dengan mata berkaca-kaca.'Ibu, boleh ambil sepatuku asal jangan kalung ini, Aku mohon bu..' Lanjut Aisyah. Sang Ibu tidak mengucapkan apapun, Ibu tersenyum dan mencium kening Aisyah kemudian keluar meninggalkan kamar Aisyah.

        Selama satu minggu, sang ibu selalu bertanya pada Aisyah lebih sayang mana ibu atau kalung itu? Aisyah selalu menjawab, 'Aku lebih sayang ibu.' Aisyah mencoba merayu ibunya agar mau menerima pemberiannya yang lain. Bahkan Aisyah rela untuk diberi uang jajan asal ibunya tidak meminta kalung miliknya. Sampai satu hari Ibunya selesai mencuci piring, duduk diruang Aisyah datang menghampiri dan menyerahkan kalung kesayangannya. Aisyah mengatakan pada ibunya, 'Ibu tahu kalung ini sangat aku sayangi tetapi aku lebih menyayangi ibu,' Kalung ibu dipegang oleh ibunya dan menanyakan apakah memang telah benar2 memberikan kalung itu, Aisyah menjawabnya dengan mengangguk. Tak lama kemudian sang ibu mengeluarkan kotak kecil dari sakunya dan menyerahkan kotak kecil itu kepada Aisyah. 'Bukalah kotak itu.' kata sang ibu. Ketika kotak itu dibuka ternyata sebuah kalung emas sama persis kalung imitasi miliknya yang telah diberikan kepada ibunya. Aisyah melonjak kegirangan. Dipeluk ibunya, diciumi pipi sang ibu, air mata yang bening mengalir dipipi Aisyah. Kebahagiaan yang luar biasa dirasakan hatinya bahwa sang ibu sangat mencintai dirinya.

        Dipeluknya Aisyah, sang ibu bertutur dengan kasih sayang pada buah hatinya. 'Aisyah, jika kamu ingin dicintai, pertama kali yang harus dilakukan adalah kamu harus mencintai mereka. Jika kamu ingin hidupmu bahagia maka tanggalkanlah pikiran-pikiran buruk yang melahirkan penderitaan dalam hidupmu.' Sambil menatap mata Aisyah, sang ibu menghapus air mata yang mengalir dipipi Aisyah. 'Aisyah, Ingatlah bahwa hidup ini harus disyukuri sebagai karunia Allah dengan selalu berpikir positif dan berprasangka baik kepada siapapun, sebab bila kita bersyukur maka Allah akan melimpahkan nikmat yang jauh lebih banyak.' Di dalam pelukan sang ibu, Aisyah menangis tersedu-sedu, 'Maafkan Aisyah, ibu. Aisyah selalu berprasangka buruk pada ibu dan kakak. Aisyah cemburu dengan kakak. Aku berjanji, akan mengubah sikap. Aisyah bersyukur punya ayah, ibu dan kakak yang mencintai Aisyah.' Aisyah memejamkan mata, wajahnya yang cantik jelita memancarkan cahaya hatinya yang tulus dipenuhi kebahagiaan. Malam itu Aisyah mendapatkan pelajaran yang berharga, sebuah kasih sayang yang tulus dari sang ibu.


Berharap Pasangan Yang Sempurna

Allah telah memberikan modal dasar agar kita dapat membangun keluarga kita menjadi keluarga sakinah, yaitu ditiupkannya rasa kasih dan sayang. Selanjutnya kita sendirilah yang memupuk dan merawat kasih dan sayang itu agar tidak menciderai perjalanan dalam membina rumah tangga. Salah satu yang dapat membuat kasih sayang suami istri menjadi terkoyak adalah 'berharap kesempurnaan pada pasangan.' Ada ungkapan 'dimana tak ada cinta yang mendalam, takkan ada kekecewaan yang mendalam.' Begitulah masa sebelum ijab kabul dilangsungkan atau saat awal pernikahan, ketika cinta hadir memenuhi ruang hati, suami atau istri memandang pasangan hidupnya begitu teramat sempurna, tanpa noda & cela karena kita tenggelam dalam bayangan indah bukan apa yang sebenarnya kita lihat sebuah kenyataan yang ada didepan mata kita.

        Seiring waktu noda dan cela nampak terlihat, api cinta mulai meredup, masing2 pasangan tak menyadari kondisi yang tengah dialaminya. Kesempurnaan pasangan tetap menjadi fokus keinginan. Tenggelam dalam bayangan indah. Terbuai dalam impian. Padahal diawal pernikahanpun pasangan kita memang tidaklah sempurna, karena memang tidak ada manusia yang sempurna. Dalam pengertian, pasangan kita bukanlah sosok yang bisa memenuhi semua apa yang kita inginkan. Jadi, akar permasalahannya adalah bukan penurunan kualitas kesempurnaan pasangan kita tetapi rasa cinta yang tidak lagi menggebu seperti dulu. Karena itulah, berharap pasangan yang sempurna hanya akan membuat kasih sayang yang sudah terjalin menjadi terkoyak. Ketika kita menuntut pasangan hidup kita untuk sempurna maka nampak adalah berbagai ketidaksempurnaan ada didepan mata kita.

        Ada nasehat yang baik dari Imam Syafii bila anda berharap pasangan yang sempurna, 'Jika kita membayangkan pasangan yang sempurna tetapi kita menikah dengan pasangan yang tidak sempurna dan kita berharap kesempurnaan, maka pilihannya hanya ada dua. Pertama, hapuskan saja bayangan kesempurnaan itu dan terimalah pasangan kita sebagaimana adanya atau campakkanlah pasangan anda dan terimalah bayangan kesempurnaan itu sebagai pasangan hidup anda.'

        'Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir' (QS. Ruum :21).



Tawakal Sebagai Kekuatan

Salah satu kedukaan di dalam hidup kita adalah kehilangan sesuatu yang berarti tentu saja membuat kita merasa perih dihati. Terlebih kehilangan orang yang kita cintai dan kita harapkan. Apalagi sampai kita begitu sangat bergantung kepada kehadirannya, maka rasa perih dihati yang mengiringi kepergiannya terasa amat sakit. Setiap benda atau hal yang mengingatkan kita kepada orang tersebut membuat luka hati menganga kembali dan rasa sakit yang menyayat terasa begitu nyeri. Itulah yang terjadi pada seorang bapak yang mengatakan bahwa hanya dekat dengan Allahlah hatinya menjadi tenang. 'Itulah nikmatnya sakit' tuturnya. 'Dalam tekanan hidup membuat saya mencari Allah, meski saya pernah marah dan meninggalkanNya namun Allah tidak pernah meninggalkan saya.'

        Pukulan pertama diterimanya. Awalnya tahun lalu istrinya yang dicintai masuk rumah sakit ketika dirinya sedang berada di luar kota karena tugas kantor. Tidak lama kemudian sang istri dipanggil oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Ditengah kesedihannya, ia jatuh dari kamar mandi yang membuat terbaring di rumah sakit selama satu bulan. Begitu sudah bekerja kembali, pimpinan perusahaan tempatnya bekerja dirinya di PHK karena dianggap telah melalaikan tugas kantor. Dalam upaya mencari pekerjaan baru, ia mencoba untuk berwirausaha namun usahanya tak membuahkan hasil. Selalu saja mengalami kegagalan.

        Sampai batas titik nadir, rasa sakit yang dirasakan membuatnya menjerit dalam hati 'Ya Allah, aku tidak sanggup lagi.' Pada malam itu ia mendengarkan Radio Bahana FM Jakarta di acara 'Power of Peace' kemudian menghubungi Radio Bahana dan akhirnya berkunjung ke Rumah Amalia dengan berniat menyisihkan rizkinya untuk bershodaqoh karena Allah. Dan kesempatan mengikuti kegiatan bersama di Rumah Amalia juga tidak dilewatkannya telah mampu menyembuhkan luka perih dihatinya. Tidak lama setelah itu beliau mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik daripada sebelumnya. Sekarang justru dirinya semakin dekat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 'Saya selalu rindu padaNya sebab kasih sayang Allah menerangi jalan hidup saya, Mas Agus dan alhamdulillah melalui Rumah Amalia saya bisa berbagi kebahagiaan,' tuturnya. Itulah yang dirasakan bahwa tawakal kepada Allah telah menjadi kekuatan dalam hidupnya.

        --
        ‘Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang berserah diri kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendakiNya. (QS. Ath-Thalaq : 2-3).



Cinta Membuatnya Terluka

Pernah ada satu kisah seorang gadis yang membenci dirinya sendiri bahkan semua orang yang disekelilingnya dia benci, kecuali kekasihnya yang selalu setia menemani dan memberikan dorongan semangat untuk hidup. Sebenarnya gadis itu cantik kekurangan yang ada dirinya cuman satu karena kedua matanya tidak bisa melihat. Dalam keseharian dirinya selalu meratapi hidupnya. Namun gadis itu sangatlah beruntung memiliki pujaan hati yang cukup sabar mendengar segala keluh kesahnya bahkan mampu menghibur dan membuatnya tersenyum. Kecintaan pada gadis itu bahkan dibuktinya dengan melamar tetapi sang gadis rela dinikahi bila sudah dapat melihat dengan sempurna.

        Doa gadis itu akhirnya terkabul. Ada seseorang yang bersedia mendonorkan matanya. Betapa bahagia dirinya begitu menyaksikan dunia baru yang indah dan penuh warna. Kekasihnya juga ikut bahagia merasakan kegembiraan. Dia segera menagih janji gadis itu. 'Sekarang dirimu sudah bisa melihat dunia, Apakah kamu mau menikah denganku?' tanya kekasihnya. Gadis itu terguncang disaat melihat kekasihnya ternyata buta. Gadis itu kecewa dan menolak untuk menikah dengan pujaan hatinya yang buta. Sang kekasihnya dengan air mata yang mengalir, hatinya bagai tertusuk sembilu kemudian meninggalkan pesan disecarik kertas. 'Kekasihku, tolong jaga baik-baik mataku!'

        Cerita diatas mengingatkan kita bahwa semakin dalam cinta kita pada seseorang maka semakin perih luka dihati namun luka itu juga mengajarkan tentang ketulusan dan pengorbanan demi kebahagiaan orang yang kita cintai, karena cinta yang hakiki bukan dilewati dengan pujian, cinta yang hakiki justru diuji dengan berbagai peristiwa yang menyakitkan yang membuat hati kita terluka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala membentuk dan melatih kita melalui luka itu, bukan pada seberapa besar luka itu tetapi seberapa besar cinta yang kita miliki untuk menjalani luka itu. Kalau cintanya kecil, luka kecilpun menjadi beban yang berat. Namun kalo kita memiliki cinta yang besar, luka sebesar apapun maka kita lebih kuat menanggung luka dan derita yang kita alami, maka jadikan cinta kita semakin kuat melewati berbagai ujian dan cobaan yang memang harus kita lalui untuk meraih keridhaan Allah.



Kesepian Dapat Menyebabkan Kematian

Kesendirian karena tidak adanya teman menyebabkan kita merasa kesepian. Kesepian adalah perasaan terasing dalam pikiran seseorang. Kita dapat sendiri tanpa merasakan kesepian. Kesepian merupakan masalah umum bagi setiap orang, laki-laki dan perempuan dapat melanda siapapun, tidak mengenal batas usia. Dalam abad kini kita semua bisa menjadi korban dari modernitas dari kemajuan teknologi dan masyarakat yang semakin individu. Akibatnya sering tidak disadari dari awal dan baru terasa setelah berjalan jauh yang berakibat merugikan kehidupan bersama. Kesepian menjadi sumber bermacam-macam penyakit pisik dan psikologis, seperti, sakit kepala, nyeri punggung, darah tinggi, emosional, gampang tersinggung, bahkan depresi berat sampai bunuh diri.

        Manusia di zaman modern lebih takut kesepian daripada bahaya kelaparan. Kita pada dasarnya makhluk sosial sehingga kita merasa takut kehilangan, takut akan ditinggalkan, memerlukan kebersamaan dan sapaan dari orang lain. Kita takut akan perasaan kehilangan dalam hubungan pribadi, terlebih orang yang kita cintai atau kita butuhkan keberadaannya. Tak seorangpun mampu yang terbebas dari belenggu kesepian. Disinilah orang kemudian melakukan aktifitas apapun agar tidak kesepian yang malah justru makin membuat dirinya merasa sepi.

        Ketakutan yang terbesar dari orang-orang yang mengalami kesepian yang hebat adalah depressi atau kehilangan keseimbangan emosional untuk sementara waktu atau lama. Banyaknya pertimbangan sangatlah menentukan kepastian, harga diri, nilai dan pandangan dunia terhadap realitas yang ada. sering membuat orang menjadi terombang ambing dan menjadi merasa 'gila.' Hal itu bukan berarti kesepian adalah penyakit psikologis. Dr. Robert S Weiss dari Kedokteran Universitas Harvard menyebutkan bahwa kesepian adalah tanggapan normal dari kurangnya dua kebutuhan pokok sosial yang utama: Pertama, bila kita memiliki ikatan dilengkapi hubungan akrab dengan pasangan atau seseorang yang kita cintai. Kedua, rasa berkelompok dilengkapi dengan jaringan teman-teman yang ikut berbagi kepentingan yang sama dalam masalah tertentu. Dua kebutuhan pokok inilah yang menjadi pondasi diri kita. Bila kita kehilangan salah satunya maka hal itu menyebabkan kita menjadi kesepian. Pengobatannya bisa melalui cara mengaktifkan atau mencari hubungan yang lebih berarti dan mengisi hari-hari yang ada dengan pekerjaan atau aktifitas yang menyenangkan. Meski kesepian bukan penyakit mental namun bisa berakibat buruk terhadap kesehatan fisik dan emosional seseorang bahkan berakibat kematian dini.

        Kesepian dapat melemahkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Angka kematian yang tinggi dari mereka yang mengalami kesepian secara terus menerus selama 6 bulan sesudah kehilangan seseorang yang dicintainya. Kesepian seperti itu berakibat seseorang mengalami stress atau tertekan sekaligus dapat untuk bisa mengenali diri kita yang hakiki. Betapapun sakitnya kesepian itu adanya namun dapat menjadi sebuah pencarian batin yang efektif, saatnya untuk mencari makna hidup dan yang paling penting adalah mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa ta'ala. Dengan sholat dan doa, menyerahkan diri secara total kepada Allah maka beban hati anda tersalurkan dan Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak akan membiarkan anda berjalan dalam kesendirian dan kesepian. 'Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dialah sebaik-baiknya pelindung.' (QS. Ali Imran :173).



Air Mata Bahagia

Cinta dan kasih sayang membuat hati kita terluka, dengan luka itulah kita menjadi mengerti bahwa ada cinta yang hakiki bukan karena seseorang namun cinta kita karena Allah, cinta yang tulus dan murni, yang mampu melewati semua luka dan derita. Begitu pula pada perjalanan hidup seseorang ibu yang begitu terpukul atas keputusannya sendiri setelah memaksa minta bercerai dari suaminya, meski akhirnya memenangkan dalam putusan sidang pengadilan namun rasa kesepian, tertekan dan kekosongan setelah perceraian itu tetap menghantui dirinya. Melihat sang buah hati selalu gelisah, menjadi pendiam dan kelihatan tidak bergairah dalam berbagai kegiatan membuatnya turut gelisah. Anaknya tidak berani lagi bertanya atau membicarakan tentang ayahnya setelah ia membentak agar tidak menyebut lagi nama bapaknya di rumah.

        Dalam kesendirian ia merenungkan bagaimana mungkian dirinya menjadi sekeras itu, begitu membenci dan mendendam, sakit hati dan rasanya tidak mungkin memaafkan semua perbuatannya yang telah menyakiti hatinya dan menjatuhkan harga dirinya. Pertengkaran dan perselisihan hampir menghiasi kehidupan rumah tangganya. Meski suami selalu mengalah dan meminta maaf atas semua perbuatannya tetap saja ia tidak pernah mau menerimanya. Untuk meluapkan kekecewaannya adalah dengan bercerai dari orang yang telah jadi suami dan ayah bagi anaknya. Ia mengira dengan berpisah dari suami maka semua permasalahan akan menjadi selesai. Tidak dipikirkan olehnya resiko yang harus ditanggungnya. Kini ia dalam penyesalan tindakan yang dilakukan dengan tergesa-gesa. Meski ia bekerja dan berpenghasilan sendri namun keuangan makin menipis dan biaya hidup dan kebutuhan anaknya, biaya sekolah semakin meningkat.

        Ia harus bekerja membanting tulang untuk mencari tambahan keuangan sedangkan orang tua dan saudara2nya tidak peduli akan kesulitan yang dihadapinya dan seolah tidak mengenalnya. Ia menjadi merasa dalam kesendirian dan kesepian ditengah kesibukannya. Mata banyak orang penuh curiga memandangnya dengan status yang disandangnya. Godaan demi godaan datang silih berganti seakan-akan tidak mau membiarkan dirinya dalam sekejap. Ia merasa kesepian yang menggigit dan tertekan batin. Rasa bersalah karena terjadinya perceraian itu terus menghantuinya meski ia sadar bahwa penyebab utama perceraian tidak sepenuhnya kesalahan dirinya. Dalam kesepian itulah ia berniat berbagi kebahagiaan dengan bershodaqoh di Rumah Amalia. Dengan berbagi, rasanya menyejukkan hatinya. Ditengah persoalan yang dihadapinya, ia tersadarkan begitu banyak nikmat yang berlimpah, kesehatan dirinya dan sang buah hati merupakan nikmat yang luar biasa.

        Ditengah kesejukan hatinya ia berusaha memaafkan dan menyembuhkan rasa sakit serta kepedihan yang dialaminya. Namun ia menyerahkan semuanya kepada kehendak Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Allah mengetahui isi hati dan pikirannya, Allah telah menghiburnya, Ia yakin percaya bahwa Allah senantiasa memberikan yang terbaik bagi dirinya dan sang buah hatinya. Tidak ada lagi rasa benci, dendam dan penyesalan. tidak ada lagi kesepian dan kesendirian ataupun batin yang tertekan seperti dulu. Sampai kemudian ada seorang laki-laki yang diperkenalkan teman kantornya yang menyatakan kesungguhannya untuk menikah dengannya dan mau menerima dirinya dan anaknya. Air mata itu mengalir penuh kebahagiaan. Ditengah ketidakberdayaan dalam hidupnya, Allah telah mengabulkan doanya untuk bertemu dengan jodohnya untuk menjadi pemimpin dalam hidupnya di dunia dan akhirat. 'Ya Allah, air mata ini adalah air mata bahagia, Engkaulah penolong dan pelindung bagi hambaMu yang telah ini.' tuturnya siang itu di Rumah Amalia. Terlihat anak-anak memancarkan wajahnya yang penuh keceriaan.



Menjaga Komitmen

'Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir' (QS. Ruum :21).

        Bila kita mencermati ayat diatas terdapat hikmah yang sangat mendalam bahwa Allah menciptakan pasangan hidup untuk kepentingan kita agar kita merasakan ketenteraman. Ketenteraman bukanlah sesuatu yang datang kebetulan namun sudah dirancang & direncanakan oleh Allah dengan matang yaitu dengan ditanamkannya rasa kasih sayang pada pasangan suami istri. Bila kita mampu merawat & memupuk kasih dan sayang maka keluarga kita menjadi indah, sejuk dan harmonis. Itulah yang disebut sebagai keluarga sakinah. Namun seringkali kasih sayang itu menjadi terkoyak dan terciderai karena terabaikannya komitmen. Pernikahan adalah sebuah komitmen yang mesti dipegang teguh oleh setiap pasangan suami istri. Komitmen dalam pernikahan melebihi komitmen dalam perjanjian apapun. Islam memandang pernikahan sebagai komitmen yang kokoh, sejajar komitmen Allah dengan para NabiNya. Di dalam al-Quran disebutkan ada tiga perjanjian yang kokoh atau 'Mitsaqan Ghalizha'

        Pertama, adalah ketika Allah mengambil perjanjian dengan para nabi dan engkau sendiri (Muhamad), dari Nuh, Ibrahim, Musa & Isa putra Maryam dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.' (QS. al-Ahzab : 7).

        Kedua, Ketika Allah menyuruh Bani Israil bersumpah setia dihadapanNya. 'Dan Kami angkat gunung Sinai diatas mereka untuk menguatkan perjanjian mereka. Dan Kami perintahkan kepada mereka. 'Masukilah pintu gerbang (Baitul Maqdis) itu sambil bersujud' dan Kami perintahkan pula mereka 'janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabat. Dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.' (QS. an-Nisa' :154).

        Ketiga, Perjanjian yang kokoh atau mitsaqan ghalizha diungkapkan oleh Allah untuk menyatakan ikatan pernikahan. 'Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kokoh dari kamu.' (QS. an-Nisa :21).

        Hal ini menunjukkan betapa luhurnya sebuah pernikahan karena Allah menyebut perjanjian yang kokoh untuk menyatakan ikatan pernikahan digunakan oleh Allah sama dengan perjanjian dengan para Nabi untuk mengemban RisalahNya. Maka suami istri harus bertanggungjawab untuk menjaga komitmen yang diucapkan pada ijab kabul. Itulah sebabnya kita hendaknya memahami betul bahwa makna ijab kabul adalah sebuah perjanjian sakral yang tidak boleh diabaikan. Menjaga komitmen berarti berupaya merawat cinta dan kasih sayang yang telah Allah tiupkan ke dalam sanubari kita, ketenteraman akan dirasakan, tetapi sebaliknya, jika mengabaikan komitmen berarti menyia-nyiakan apa yang telah Allah anugerahkan kepada kita sehingga ketenteraman tidak pernah kita dapatkan.



Diterjang Badai


Tentunya anda bisa membayangkan bagaimana rasanya ditengah kebahagiaan, tiba-tiba badai kehidupan datang menerjang, membuat seluruh tubuh kita terguncang dan kepedihan teramat sangat, sampai kitapun bertanya, 'Kenapa semua ini harus terjadi Ya Allah?' Sebagian besar dari apa yang terjadi kita tidak pernah mengerti apa penyebabnya. kadang badai kehidupan terjadi tanpa kita ketahui darimana asalnya, kita tidak tahu bagaimana bisa terjadi seperti itu dan kita merasakan akibatnya begitu teramat perih. Itulah yang terjadi pada seorang bapak, ia sangat menjaga keselamatan dirinya, ia merawat mobilnya dengan baik. sampai pada suatu hari, ia mengalami kecelakaan yang cukup fatal nyaris merenggut nyawanya. Walaupun selamat tetapi harus dirawat di Rumah Sakit dalam waktu cukup lama. Proyek yang begitu cerah, seakan-akan hancur didepan mata. Terbayang perusahaan yang sedang mencapai puncaknya membuahkan hasil namun semuanya telah hilang dalam sekejap.

        Disaat yang berat seperti itu, jiwanya yang kuatpun tidak mampu menerima beban sebesarny itu. Hatinya menjadi bertanya, 'Kenapa semua ini harus terjadi Ya Allah? Padahal saya sudah berusaha dengan baik untuk membahagiakan anak dan istri? Kenapa Engkau timpakan musibah ini kepadaku? Pikirannya melayang, teringat ia sudah berhati-hati, ia sudah membawa mobilnya perlahan-lahan, tetapi kenapa masih saja ia mengalami kecelakaan? Ia sudah mengantisipasi semua hal, tetapi kenapa tetap juga kena musibah? Ia sudah berbuat baik tetapi kenapa masih saja ditimpa kepedihan? Kenapa semua ini harus terjadi? Air matanya mengalir terasa mengiris, membasahi pipinya. Hatinya bergetar, tak kuat menanggung beban hidupnya. Disaat itulah dirinya benar-benar hancur, merasakan getaran kasih sayang Allah menghampiri dirinya melalui musibah itu. Kasih sayang Allah itu hadir pada anak-anak dan istrinya dengan setia menemaninya disaat terpuruk. Ditengah kemarahannya sang istri justru bersabar, menyuapi dan mendengarkan segala keluh kesahnya.

        Kondisi kesehatannya semakin membaik, usahanya sudah kembali berjalan membaik, disisi lain dirinya dan keluargnya justru lebih dekat kepada Allah dan anak-anak dan istrinya lebih bisa mensyukuri hidup terhadap apapun yang dianugerahkan oleh Allah. 'Sungguh Mas Agus, bila tidak ada musibah itu saya menjadi orang yang sombong. menganggap kesuksesan adalah berkat kerja keras saya. Padahal Allah hanya dengan 'sentilan' sekecil itu saja saya sudah tidak berdaya dan saya bersyukur dengan adanya Rumah Amalia ditengah keterpurukan saya dan keluarga merasakan kesejukan dan mampu melewati semua ini dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah, kami juga bisa berbagi dengan banyak orang yang mengalami kepedihan seperti kami.' tutur beliau di Rumah Amalia, terlihat wajah istri dan anak-anaknya tersenyum penuh kebahagiaan tanda penuh syukur kepada Allah.

        'Dan Allah berbuat demikian untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui Isi Hati' (QS. Ali Imran : 154).

No comments:

Post a Comment