Tuesday 23 August 2011

Wanita Paling berpengaruh di Dunia

Majalah TIME baru-baru ini melansir 10 pemimpin perempuan paling berpengaruh di dunia saat ini. Dari Asia, Thailand berada di posisi teratas. Berikut adalah ke-10 Wanita tersebut:

Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra
Banyak yang mengkritik Yingluck Shinawatra, sebab dia menjadi Perdana Menteri (PM) tidak lebih karena dia adalah adik bungsu dari Perdana Menteri terguling Thaksin Shinawatra. Yingluck, yang belajar administrasi publik di Kentucky State University, menghabiskan sebagian besar masa dewasanya dengan bekerja di bisnis properti yang didirikan Thaksin. Namun pada 17 Mei lalu ia menjadi terkenal setelah kelompok pro-Thaksin, Partai Pheu Thailand memilihnya sebagai pemimpin. Dua minggu kemudian, pada 3 Juli 2011, partai memilihnya menjadi PM dengan 265 suara dari 500 kursi parlemen yang ada. Dan pada 5 Agustus 2011 parlemen Thailand resmi mengukuhkan dia sebagai PM. Yingluck saat ini harus memenuhi janjinya yaitu meningkatkan upah minimum, memberikan layanan wifi gratis dan memberikan tablet komputer bagi tiap anak sekolah. Program ini dijanjikan tanpa merusak perekonomian.

Kanselir Jerman, Angela Merkel
Politisi perempuan paling berpengaruh di dunia, Angela Merkel, menerima gelar doktor dalam fisika di Jerman Timur sebelum akhirnya terjun ke dunia politik. Ia memenangkan kursi di Bundestag pada pemilihan umum pertama Desember 1990. Lantas Kanselir Helmut Kohl menunjuknya sebagai menteri kabinet satu tahun kemudian. Dalam sebuah wawancara 2010 kepada TIME, dia memiliki banyak keyakinan, "Anda tentu bisa mengatakan bahwa saya tidak pernah meremehkan diri sendiri. Tidak ada yang salah dengan menjadi ambisius."

Presiden Argentina, Christina Fernández de Kirchner
Cristina Fernández de Kirchner terpilih sebagai Presiden pada bulan November 2007. Hal ini membuktikan bahwa ia adalah perempuan yang mandiri. Dia tidak perduli dengan cibiran beberapa anggota elit partai, Cristina telah selamat dari berbagai kebuntuan permasalah pertanian di negara itu. Dia juga lolos dari tudingan bahwa AS turut menyumbang dalam serangkaian kampanye dan perselisihan dalam pemecatan Gubernur Bank Sentral Argentina awal tahun ini. Dengan penampilan yang flamboyan dia pengaruhnya disamakan dengan Eva Perón.

Presiden Brasil, Dilma Rousseff
"Saya ingin orang tua yang memiliki anak perempuan memberitahu anaknya, 'Ya, wanita bisa,'" kata Dilma Rousseff dalam pidato kemenangan Pemilu Brasil, Oktober 2010. Ketika dia mengambil kendali negara demokrasi terbesar keempat di dunia pada 1 Januari 2011. Dia menjadi Presiden perempuan pertama di Amerika Selatan. Sebagai mantan kepala staf Presiden Luiz Inacio Lula da Silva, Rousseff berjanji akan melanjutkan program Lula. "Saya mengucapkan terima kasih khusus kepada Presiden Lula," katanya dalam pidato malam pemilihan. "Saya tahu bagaimana menghormati warisan, aku akan tahu bagaimana untuk mengkonsolidasikan dan maju dengan apa yang telah ia perbuat."

Perdana Menteri Australia, Julia Gillard
Setelah dia membantu kudeta Partai Buruh menggulingkan Perdana Menteri Kevin Rudd pada 24 Juni 2010, Julia Gillard kemudian menjadi Perdana Menteri perempuan pertama Australia. Tapi pada pemilihan 21 Agustus 2010, dia terbukti dapat meyakinkan partainya sendiri sekaligus saingannya, koalisi Liberal-Nasional yang dipimpin oleh Tony Abbott. Setelah negosiasi yang berlarut-larut dengan beberapa calon independen, Gillard akhirnya mendapat jaminan dari mayoritas parlemen sebanyak 76-74 untuk membentuk sebuah pemerintah minoritas.

Presiden Liberia, Ellen Johnson Sirleaf
Dididik di University of Wisconsin dan di Harvard Amerika Serikat, Presiden wanita pertama Afrika ini mengawali karier sebagai Menteri Keuangan Liberia pada akhir tahun 1970. Tetapi ketika Samuel Doe merebut kekuasaan dalam kudeta militer tahun 1980, Ellen Johnson Sirleaf melarikan diri ke Kenya, di mana ia menjadi direktur di Citibank. Dia kembali untuk pemilihan presiden 1996 dan kalah kepada Charles Taylor. Pada tahun 2005, ikut kampanye lagi dan menang. Dia menjanjikan untuk membawa sensitivitas keibuannya dalam memimpin.

Perdana Menteri Bangladesh, Sheik Hasina Wajed
Sheik Hasina Wajed (63), pemimpin Liga Awami memiliki sejarah hidup sangat panjang. Selama ​kudeta 1975, 17 anggota keluarganya tewas, termasuk anaknya, tiga saudara, ibu dan ayahnya, yang merupakan mantan Perdana Menteri Sheikh Mujibur Rahman. Saat kudeta tersebut, Hasina, yang saat itu berusia 28 tahun kebetulan sedang berada di luar negeri. Dia juga tercatat selamat dari serangan granat yang menewaskan lebih dari 20 orang dan menghindari tembakan saat mobilnya diberondong peluru. Hasina pertama kali terpilih menjadi Perdana Menteri pada tahun 1996. Tapi pada tahun 2001, sebuah organisasi internasional menuduh negaranya sebagai negara terkorup di dunia. Dia pun terguling dari kekuasannya. Namun, pada bulan Januari 2009, Liga Awami memilihnya kembali menjadi Perdana Menteri setelah mendapat suara 230 dari 299 kursi parlemen.

Perdana Menteri Islandia, Johanna Sigurdardottir

Setelah perekonomian Islandia runtuh pada Oktober 2008, Johanna Sigurdardottir (68) membawa gelombang ketidakpuasan tersebut menuju jalan ke perdana menteri. Tapi itu tidak mengejutkan, sebab mantan pramugari yang juga politisi ini telah memenangkan 8 pemilu berturut-turut sejak memasuki Parlemen pada tahun 1978. Hal ini membuat dirinya menjadi anggota parlemen terlama di negaranya dan salah satu yang paling populer. Selain menjadi wanita pertama Perdana Menteri Islandia, Sigurdardottir, menjadikan negaranya sebagai negara pertama yang membolehkan perkawinan sesama jenis. Pada bulan Juni 2010, ketika Islandia mengesahkan pernikahan gay, Sigurdardottir merestui hubungan perkawinan warganya yang telah berpacaran selama 7 tahun.

Presiden Kosta Rika, Laura Chinchilla
Mantan Wakil Presiden Laura Chinchilla memenangkan 47% suara pada Februari 2010 dalam pemilihan presiden di Kosta Rika. Sebelumnya dia menjabat sebagai Menteri Keamanan Publik dan Menteri Kehakiman dari Partai Pembebasan Nasional. Dia merupakan tokoh konservatif yaitu tercermin dengan menentang pernikahan gay, aborsi dan legalisasi pil KB. Dia melanjutkan kebijakan dari pendahulunya dengan membuka investasi internasional dan memperluas perdagangan bebas.

Presiden Finlandia, Tarja Halonen
Tarja dibesarkan dalam keluarga kelas pekerja di pusat kota Helsinki. Tarja Halonen telah menciptakan karir politik yang sangat sukses dengan membangun hubungan dengan serikat buruh dan organisasi non pemerintah.

No comments:

Post a Comment