Wednesday 17 August 2011

Puasa itu memerdekakan, bukan mengekang

Sumber disini
Puasa tidak hanya dikenal dalam Islam, puasa juga dilakukan oleh umat dari agama lain. Meski memang, tata caranya berbeda-beda. Tujuannya pun mungkin berbeda. Namun hakekatnya, puasa adalah sebuah pengendalian diri.  Tentu saja bukan sekadar pengendalian diri terkait makan dan minum, tetapi lebih pada pengendalian diri terhadap hawa nafsu. Sepintas, pengendalian diri itu identik dengan pengekangan, ketidakbebasan. Padahal, pengendalian diri itulah sumber kebebasan, sebuah kemerdekaan. Singkat kata, orang yang mampu mengendalikan diri adalah orang yang merdeka karena mereka memiliki kuasa penuh atas dirinya.Dia merdeka ketika tidak kecanduan rokok. Orang yang kecanduan rokok seringkali tidak mampu mengendalikan dirinya dari keinginan untuk menghisap racun nikotin tersebut. Dia merdeka ketika mampu mandiri secara ekonomi dengan berwirausaha. Mereka yang bekerja sebagai pegawai akan selalu menggantungkan diri secara ekonomi kepada tempatnya bekerja. Suka atau tidak suka, itu berarti dia tidak merdeka!

Puasa mengajarkan kita untuk mengendalikan diri, puasa mengarahkan kita untuk memerdekakan diri atas setiap “pengekangan” yang mungkin mengikat kita. Dan saya setuju dengan apa yang dikatakan filsuf Jiddu Krishnamurti, kebebasan atau kemerdekaan tidak terbentuk melalui sikap disiplin. Kemerdekaan terbentuk melalui kesadaran. Jadi, seberapa sering Anda berpuasa, jika tidak disertai dengan kesadaran untuk mengendalikan diri maka hasilnya hanya lapar dan haus saja. Persis seperti yang pernah dikatakan Rasulullah sebagaimana dikisahkan Abu Hurairah.  “Berapa banyak orang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga”. Ketika sekolah dasar dulu, guru agama mengatakan bahwa semakin banyak cobaan di saat kita berpuasa itu berarti mungkin Allah akan memberi kita pahala lebih. Dalam cara berpikir anak-anak dahulu, saya justru senang bila ada orang yang menggoda dengan mengiming-imingi makanan saat saya berpuasa. “Semoga pahala saya bertambah,” begitu pikiran serderhana saya.

Karenanya, saya heran dengan orang-orang yang begitu menggebu-gebu melakukan pelarangan bagi pedagang makanan menjajakan dagangannya di siang bulan Ramadan. Lebih aneh lagi, sempat terdengar keinginan untuk melarang -atau menyarankan- agar tidak ada tayangan adegan makan di televisi di siang hari Ramadan. Inikah relevansi puasa dan kemerdekaan di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia? Bukankah kita semestinya juga menghormati orang-orang yang tidak berpuasa?

No comments:

Post a Comment