Kita di sini akan menggali pemahaman kita, “mengapa aku harus belajar al qur’an, dan mengapa aku harus mengajarkannya?”. Interaksi dengan al qur’anadalah kenikmatan. Tapi kenikmatannya tidak dapat dirasakan dengan hanya melihat dari jauh. Ia akan terasa nikmat jika kita terjun ke dalamnya. Marilah kita kembali pada al qur’anyang mengeluarkan kita dari kegelapan menuju cahaya
Kita adalah kaum minoritas
Ketahuilah bahwa kita adalah minoritas. Jangan pernah kita tertipu oleh julukan “bangsa dengan penduduk muslim terbesar”. Kita harus memahami bahwa islam tak dikotak-kotakkan menjadi bangsa atau negara. Saat kita berkeyakinan bahwa negeri ini adalah negeri muslim terbesar, berapa banyak manusia di belahan bumi ini yang tidak mengenal islam, yang masih membenci islam, bahkan yang terang-terangan memusuhi islam. Marilah kita pahami ini…
Umat manusia di dunia saat ini sekitar enam milyar. Diantara mereka, berapa yang muslim?
Diantara mereka, berapa yang lurus dan tidak menyimpang?
Diantara mereka, berapa yang mau belajar al qur’an?
Diantara mereka yang bisa membacanya, berapa banyak yang mau membacanya?
Diantara mereka yang konsisten membacanya, berapa yang mau menghafal al qur’an?
Diantara mereka yang hafal al qur’an, berapa banyak yang mau mengajarkan al qur’an?
Diantara mereka yang mengajarkannya, berapa banyak yang konsisten dalam dakwah bil qur’an?
Dan jika kita bertanya pada diri kita “Dimanakah posisi saya saat ini?”
Ketika kita dihadapkan pada peluang belajar al qur’an, sering muncul gangguan-gangguan yang akhirnya membuat kita mundur dan menunda-nunda peluang tersebut. Dan mungkin selalu ada saja alasan yang seakan masuk akal, sehingga kita tidak lagi merasa bersalah ketika mengabaikan tugas yang sangat penting ini.
Sudah terlalu tua
Di antara kita mungkin ada yang beralasan, bahwa kita sudah terlambat dalam belajar. Masa-masa keemasan kita sudah lewat. Kita sudah terlalu tua untuk dapat mengingat ayat-ayat al qur’ann dengan baik. Lidah kita sudah terlalu kaku untuk dapat melafalkan huruf dengan fashih. Padahal tahukah anda, bahwa rasulullah mulai menghafal al qur’an di usia 41 tahun? Tahukah anda bahwa rata-rata usia para sahabat ketika mulai belajar al qur’an adalah 30 tahun? Di antara mereka bahkan ada yang mantan perampok, pembunuh, pemerkosa atau pelacur, sementara mereka juga adalah kaum buta huruf? Allahlah yang telah menutup dosa-dosa mereka dengan maghfirohnya. Kemuliaan dan keberkahan akan lahir berkat perjuangan mereka sendiri. Ingatlah bahwa tidak ada kata terlambat dalam belajar.
Kesibukan yang menyita
Alasan kesibukan adalah alasan yang paling sering kita kemukakan. Kita merasa bahwa waktu kita sudah habis oleh ini dan itu. Ketika kita bermaksud untuk belajaral qur’an di sebuah halaqoh, tiba-tiba kita menemukan bahwa di waktu tersebut kita memiliki kegiatan yang jauh lebih penting. Akhirnya kita menyerah oleh keadaan. Dan kitapun lagi-lagi meninggalkan keinginan tersebut.
Benarkah kita sudah tak memiliki waktu lagi?
Hitunglah berapa jam waktu tidur kita, berapa jam waktu yang kita habiskan di perjalanan, juga jam-jam istirahat kita dan jam-jam bersenda gurau dengan orang lain. Sudahkah semua itu sebanding dengan ibadah harian yang kita kerjakan? Sudahkah kita berlaku adil terhadap waktu kita? Tak bisakah kita menyisihkan waktu untuk al qur’an meskipun hanya sesaat? Benarkah tak bisanya kita adalah karena kehabisan waktu?
Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi,
“Barang siapa yang disibukkan Al Qur’an hingga tidak sempat berdzikir dan meminta kepadaku, niscaya akan aku berikan sesuatu yang lebih utama dari apa yang telah kuberikan pada orang-orang yang meminta..”
Yang penting pemahaman
Sering ada orang yang bertanya kepada saya ketika ia ingin bergabung dengan halaqohal qur’an di masjid al hikmah. Di antara pertanyaan tersebut adalah, “apakah belajar al qur’an di sini disertai tafsirnya atau hanya belajar membaca saja?”. Sungguh disayangkan ketika akhirnya banyak di antara mereka yang membatalkan keinginannya, hanya karena di sini tidak menyediakan program tafsir al qur’an secara resmi. Bagi orang yang menganggap bahwa memahami al qur’an lebih utama dari membacanya, atau mungkin sebaliknya, cukuplah baginya hadits-hadits rasulullah berikut ini,
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al qur’an, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan akan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”.
“Sikap iri tidak diperbolehkan kecuali terhadap dua hal; seseorang yang di beri al qur’an oleh allah kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang hari..”
“Orang yang pandai membaca al qur’an akan bersama para malaikat yang mulia dan taat, sementara orang yang membaca al qur’an dengan terbata-bata serta merasa kesulitan akan mendapatkan dua pahala.”
“Bacalah al qur’an! sesungguhnya al qur’an akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa’at bagi sahabat-sahabatnya”
Sesungguhnya masih banyak lagi alasan-alasan lain yang sering melintas di benak kita, yang perlu kita perbaiki adalah hati. Jika hati baik, maka baik yang lainnya. Jika hati rusak, maka rusak seluruhnya. Di antara penyebab kerusakan hati adalah apa yang diungkapkan oleh rasulullah,
“Seseorang yang tak ada sedikitpun al qur’an dalam hatinya seperti rumah yang rusak”
Kita adalah kaum minoritas
Ketahuilah bahwa kita adalah minoritas. Jangan pernah kita tertipu oleh julukan “bangsa dengan penduduk muslim terbesar”. Kita harus memahami bahwa islam tak dikotak-kotakkan menjadi bangsa atau negara. Saat kita berkeyakinan bahwa negeri ini adalah negeri muslim terbesar, berapa banyak manusia di belahan bumi ini yang tidak mengenal islam, yang masih membenci islam, bahkan yang terang-terangan memusuhi islam. Marilah kita pahami ini…
Umat manusia di dunia saat ini sekitar enam milyar. Diantara mereka, berapa yang muslim?
Diantara mereka, berapa yang lurus dan tidak menyimpang?
Diantara mereka, berapa yang mau belajar al qur’an?
Diantara mereka yang bisa membacanya, berapa banyak yang mau membacanya?
Diantara mereka yang konsisten membacanya, berapa yang mau menghafal al qur’an?
Diantara mereka yang hafal al qur’an, berapa banyak yang mau mengajarkan al qur’an?
Diantara mereka yang mengajarkannya, berapa banyak yang konsisten dalam dakwah bil qur’an?
Dan jika kita bertanya pada diri kita “Dimanakah posisi saya saat ini?”
Ketika kita dihadapkan pada peluang belajar al qur’an, sering muncul gangguan-gangguan yang akhirnya membuat kita mundur dan menunda-nunda peluang tersebut. Dan mungkin selalu ada saja alasan yang seakan masuk akal, sehingga kita tidak lagi merasa bersalah ketika mengabaikan tugas yang sangat penting ini.
Sudah terlalu tua
Di antara kita mungkin ada yang beralasan, bahwa kita sudah terlambat dalam belajar. Masa-masa keemasan kita sudah lewat. Kita sudah terlalu tua untuk dapat mengingat ayat-ayat al qur’ann dengan baik. Lidah kita sudah terlalu kaku untuk dapat melafalkan huruf dengan fashih. Padahal tahukah anda, bahwa rasulullah mulai menghafal al qur’an di usia 41 tahun? Tahukah anda bahwa rata-rata usia para sahabat ketika mulai belajar al qur’an adalah 30 tahun? Di antara mereka bahkan ada yang mantan perampok, pembunuh, pemerkosa atau pelacur, sementara mereka juga adalah kaum buta huruf? Allahlah yang telah menutup dosa-dosa mereka dengan maghfirohnya. Kemuliaan dan keberkahan akan lahir berkat perjuangan mereka sendiri. Ingatlah bahwa tidak ada kata terlambat dalam belajar.
Kesibukan yang menyita
Alasan kesibukan adalah alasan yang paling sering kita kemukakan. Kita merasa bahwa waktu kita sudah habis oleh ini dan itu. Ketika kita bermaksud untuk belajaral qur’an di sebuah halaqoh, tiba-tiba kita menemukan bahwa di waktu tersebut kita memiliki kegiatan yang jauh lebih penting. Akhirnya kita menyerah oleh keadaan. Dan kitapun lagi-lagi meninggalkan keinginan tersebut.
Benarkah kita sudah tak memiliki waktu lagi?
Hitunglah berapa jam waktu tidur kita, berapa jam waktu yang kita habiskan di perjalanan, juga jam-jam istirahat kita dan jam-jam bersenda gurau dengan orang lain. Sudahkah semua itu sebanding dengan ibadah harian yang kita kerjakan? Sudahkah kita berlaku adil terhadap waktu kita? Tak bisakah kita menyisihkan waktu untuk al qur’an meskipun hanya sesaat? Benarkah tak bisanya kita adalah karena kehabisan waktu?
Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi,
“Barang siapa yang disibukkan Al Qur’an hingga tidak sempat berdzikir dan meminta kepadaku, niscaya akan aku berikan sesuatu yang lebih utama dari apa yang telah kuberikan pada orang-orang yang meminta..”
Yang penting pemahaman
Sering ada orang yang bertanya kepada saya ketika ia ingin bergabung dengan halaqohal qur’an di masjid al hikmah. Di antara pertanyaan tersebut adalah, “apakah belajar al qur’an di sini disertai tafsirnya atau hanya belajar membaca saja?”. Sungguh disayangkan ketika akhirnya banyak di antara mereka yang membatalkan keinginannya, hanya karena di sini tidak menyediakan program tafsir al qur’an secara resmi. Bagi orang yang menganggap bahwa memahami al qur’an lebih utama dari membacanya, atau mungkin sebaliknya, cukuplah baginya hadits-hadits rasulullah berikut ini,
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al qur’an, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan akan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”.
“Sikap iri tidak diperbolehkan kecuali terhadap dua hal; seseorang yang di beri al qur’an oleh allah kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang hari..”
“Orang yang pandai membaca al qur’an akan bersama para malaikat yang mulia dan taat, sementara orang yang membaca al qur’an dengan terbata-bata serta merasa kesulitan akan mendapatkan dua pahala.”
“Bacalah al qur’an! sesungguhnya al qur’an akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa’at bagi sahabat-sahabatnya”
Sesungguhnya masih banyak lagi alasan-alasan lain yang sering melintas di benak kita, yang perlu kita perbaiki adalah hati. Jika hati baik, maka baik yang lainnya. Jika hati rusak, maka rusak seluruhnya. Di antara penyebab kerusakan hati adalah apa yang diungkapkan oleh rasulullah,
“Seseorang yang tak ada sedikitpun al qur’an dalam hatinya seperti rumah yang rusak”
No comments:
Post a Comment