Batik rupanya tidak sekadar motif cantik yang tertuang dalam selembar kain. Namun lebih dari itu, batik rupanya menyimpan kode-kode matematis. "Dari penelitian kami, ternyata terdapat struktur geometri fraktal, pola distribusi warna, dan juga kategorisasi batik secara algoritmik," kata peneliti Bandung Fe Institute, Rolan MD. Para peneliti di Bandung Fe Institute juga melakukan elaborasi rumus matematika batik secara elementer, lalu melakukan pengembangan software pembuat batik, studi interaksi manusia dan komputer dalam pembuatan batik, hingga studi evolusi batik di Indonesia. "Kita kumpulkan sekitar 2.000 motif, mulai dari batik yang sangat tua. Kita teliti mulai dari yang abad 19 atau sekitar tahun 1800-an. Kita teliti geometri, distribusi warnanya, lalu dikaji dengan metode biologi evolusioner atau semacam metode DNA. Kalau di eksakta ada genetika, maka di sosial ada memetika," papar alumnus Teknik Industri ITB ini.
Dari contoh-contoh motif batik yang dimiliki sebagai data, para peneliti kemudian melakukan penelusuran untuk mengetahui kurang lebih seperti apa motif-motif batik sebelumnya. Penelitian itu juga menggunakan komparasi data dari antropologi. Ada temuan menarik dari penelitian itu, di mana persebaran evolusi batik mirip dengan persebaran Islam di Jawa. "Dari Demak, lalu Solo, Yogya. Ini seperti persebaran Islam di Jawa. Hipotesis kami, batik ini adalah interaksi antara tradisi Jawa kuno dengan Islam. Tidak kita temukan penggambaran orang dan hewan langsung dalam motif batik. Mungkin ini karena dalam Islam tidak dibolehkan menggambar orang dan hewan," tutur Rolan. Dia menambahkan, obyek manusia cenderung menunjukkan adanya beberapa karakteristik yang konvergen terkait dengan seni kuno, sebelum masuknya pengaruh Eropa, di Indonesia. Misalnya saja, obyek manusia cenderung digambarkan secara berulang, yang seolah-olah ingin menggambarkan dinamika gerak dalam lingkungan statis atau membentuk pola multirealitas.
"Karakteristik yang seperti ini tidak lazim digunakan dalam tradisi lukisan Barat," imbuh Rolan. Dinamika gerak dalam gambar Nusantara bisa dilihat dari orang yang digambar berkali-kali atau sebagian. Misal tangan ganesa, di beberapa gambar tangannya 4, tetapi ada yang 2. 4 Tangan itu menggambarkan gerakan dari obyek tersebut. "Karena batik itu ada rumusan (matematika)-nya, maka jika gambarnya dimasukkan ke komputer, komputer bisa mengetahui dari daerah mana batik ini berasal," tutur Rolan.
Dari contoh-contoh motif batik yang dimiliki sebagai data, para peneliti kemudian melakukan penelusuran untuk mengetahui kurang lebih seperti apa motif-motif batik sebelumnya. Penelitian itu juga menggunakan komparasi data dari antropologi. Ada temuan menarik dari penelitian itu, di mana persebaran evolusi batik mirip dengan persebaran Islam di Jawa. "Dari Demak, lalu Solo, Yogya. Ini seperti persebaran Islam di Jawa. Hipotesis kami, batik ini adalah interaksi antara tradisi Jawa kuno dengan Islam. Tidak kita temukan penggambaran orang dan hewan langsung dalam motif batik. Mungkin ini karena dalam Islam tidak dibolehkan menggambar orang dan hewan," tutur Rolan. Dia menambahkan, obyek manusia cenderung menunjukkan adanya beberapa karakteristik yang konvergen terkait dengan seni kuno, sebelum masuknya pengaruh Eropa, di Indonesia. Misalnya saja, obyek manusia cenderung digambarkan secara berulang, yang seolah-olah ingin menggambarkan dinamika gerak dalam lingkungan statis atau membentuk pola multirealitas.
"Karakteristik yang seperti ini tidak lazim digunakan dalam tradisi lukisan Barat," imbuh Rolan. Dinamika gerak dalam gambar Nusantara bisa dilihat dari orang yang digambar berkali-kali atau sebagian. Misal tangan ganesa, di beberapa gambar tangannya 4, tetapi ada yang 2. 4 Tangan itu menggambarkan gerakan dari obyek tersebut. "Karena batik itu ada rumusan (matematika)-nya, maka jika gambarnya dimasukkan ke komputer, komputer bisa mengetahui dari daerah mana batik ini berasal," tutur Rolan.
No comments:
Post a Comment