Siput abalone menyimpan potensi untuk menjadi komoditas, karena nilai ekonominya yang tinggi. Tapi, jika penangkapannya berlebihan, dapat mengakibatkan kepunahan. Oleh karena itu, inovasi teknologi budidaya abalone di Indonesia sangat penting ditingkatkan. Hal itu disampaikan peneliti Puslit Oceanografi LIPI, Dwi Eny Djoko Setyono dalam orasi ilmiah berjudul, ‘Biologi dan Inovasi Teknologi Budi daya Abalon Tropis Untuk Meningkatkan Produksi Perikanan di Indonesia’, di gedung LIPI. Dia menyampaikan, masa depan budi daya abalone sangat baik mengingat lahan yang cocok sangat luas. Makanan siput ini juga gampang dan bahan pakannya relatif murah. Makanan abalone ini berupa lumut, atau tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, dan minyak ikan.
“Pemerintah perlu menyosialisasikan usaha budidaya abalone tropis untuk menyejahterakan masyarakat,” ujarnya. Dalam pasar ekspor, abalone juga banyak diminati seperti, China, Jepang dan beberapa negara di Eropa. Bahkan di China, abalone kata Dwi, dijadikan suguhan resmi untuk tamu. Harga abalone di pasar ekspor mencapai US$40 per kg untuk abalone hidup, US$66 per kg untuk daging abalone segar, US$80 per kg untuk abalone yang dikalengkan. “Untuk budidaya ini bisa dimulai kecil saja, buat kolam ukuran 5 m2 sudah bisa. Yang penting airnya bersih,” sarannya. Sampai saat ini, dia mengaku sudah mengembangkan pembenihan. Tahun depan akan melakukan studi pembesaran budidaya.
Meski demikian, dia merasa inovasi budidaya perlu dikembangkan. Masih banyak riset berkaitan dengan budidaya abalon perlu dilakukan, misalnya formulasi pakan buatan, pemilihan benih, aplikasi zat probiotik dan hormon pertumbuhan, dan kontrol penyakit. Untuk melakukan penelitian juga diperlukan kerja tim yang terdiri dari, pakar nutrisi, biokimia, imunologi, mikrobiologi. Pemanfaatan abalone sampai saat ini hanya untuk konsumsi. Tapi tidak menutup kemungkinan bisa dilanjutkan dengan pemanfaatan yang lain. Di beberapa wilayah Indonesia, abalone diketahui telah mengalami kelebihan tangkapan. Untuk itu, dia mengharapkan pemerintah mengeluarkan peraturan untuk membatasi kuota maupun ukuran biota yang boleh ditangkap dari alam.
“Pemerintah perlu menyosialisasikan usaha budidaya abalone tropis untuk menyejahterakan masyarakat,” ujarnya. Dalam pasar ekspor, abalone juga banyak diminati seperti, China, Jepang dan beberapa negara di Eropa. Bahkan di China, abalone kata Dwi, dijadikan suguhan resmi untuk tamu. Harga abalone di pasar ekspor mencapai US$40 per kg untuk abalone hidup, US$66 per kg untuk daging abalone segar, US$80 per kg untuk abalone yang dikalengkan. “Untuk budidaya ini bisa dimulai kecil saja, buat kolam ukuran 5 m2 sudah bisa. Yang penting airnya bersih,” sarannya. Sampai saat ini, dia mengaku sudah mengembangkan pembenihan. Tahun depan akan melakukan studi pembesaran budidaya.
Meski demikian, dia merasa inovasi budidaya perlu dikembangkan. Masih banyak riset berkaitan dengan budidaya abalon perlu dilakukan, misalnya formulasi pakan buatan, pemilihan benih, aplikasi zat probiotik dan hormon pertumbuhan, dan kontrol penyakit. Untuk melakukan penelitian juga diperlukan kerja tim yang terdiri dari, pakar nutrisi, biokimia, imunologi, mikrobiologi. Pemanfaatan abalone sampai saat ini hanya untuk konsumsi. Tapi tidak menutup kemungkinan bisa dilanjutkan dengan pemanfaatan yang lain. Di beberapa wilayah Indonesia, abalone diketahui telah mengalami kelebihan tangkapan. Untuk itu, dia mengharapkan pemerintah mengeluarkan peraturan untuk membatasi kuota maupun ukuran biota yang boleh ditangkap dari alam.
No comments:
Post a Comment