Mumi kepala suku di Lembah Baliem, suku di Wamena, Papua, berumur ratusan tahun diijinkan keluarga untuk disaksikan masyarakat luas. Hal ini pun menjadi daya tarik baru bagi para pelancong di Papua. Di Kabupaten Jayawijaya sendiri sedikitnya ada dua mumi kepala suku yang sudah dijadikan objek benda bersejarah dan daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Yaitu mumi Winmontok Mabel di Desa Jiwika dan mumi Werapak Elosak di Desa Aikima. Kini mumi kepala suku yang dapat disaksikan masyarakat luas bertambah menjadi tiga mumi. Karena bertembah dengan mumi Aloka Hubi di Desa Araboda, kampung Bauntagima Distrik Assologaima kabupaten Jayawijaya yang diperkirakan berumur tiga ratus lima puluh tahum.
Selama ini mumi ini dikeramatkan keluarga dan keturunannya serta tidak di ijinkan untuk di kunjungi dan dipamerkan kepada masyarakat umum Mumi tersebut diletakkan dalam bungkusan kawat khas lalu ditempatkan dekat dengan perapian guna menjaga kehangatan dan serangan hama tikus yang telah menggerogoti sebagian tubuh mumi tersebut. Yahones Kurisi, salah satu anak cucu keturunan kepala suku Alouka Hubi dari suku Hubi-Kurisi dan Wantik-Wentete menyatakan bahwa berdasarkan kepercayaan mereka kepala suku perang Alouka Hubi rela mengorbankan dirinya saat wafat agar dikeringkan dan dijadikan mumi. Hal ini dilakukaannya untuk menyelamatkan suku yang berada di Lembah Baliem Wamena yang saat itu selalu digenangi air.
Sehingga melalui jasad yang telah dikeringkan tersebut, air Lembah Baliem pun menjadi kering dan dapat di tumbuhi tanaman serta pepohonan bagi oleh keturunannya. Hingga kini lembah baliem tidak lagi digenangi air. Sementara itu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayawijaya. Alpius Wetipo, menyambut baik diijinkannya mumi Alouka Hubi untuk didata sebagai benda bersejarah dan dijadikan objek wisata bagi pemerintah daerah. Dengan demikian mumi tersebut akan mendapatkan perhatian dan perawatan yang lebih baik sehingga tidak bertambah rusak kondisinya. Kondisi mumi Alouka Hubi saat ini, kulit wajah dan badan masih utuh walaupun sebagian kaki dan pergelangan kaki sudah agar rusak dimakan rayap. Hal ini menjadi benda bersejarah masyarakat pegunungan yang pernah memiliki kepercayaan yang teguh pada masa itu, dengan menjadikan tubuh mereka mumi untuk menyelamatkan anak cucu mereka.
Selama ini mumi ini dikeramatkan keluarga dan keturunannya serta tidak di ijinkan untuk di kunjungi dan dipamerkan kepada masyarakat umum Mumi tersebut diletakkan dalam bungkusan kawat khas lalu ditempatkan dekat dengan perapian guna menjaga kehangatan dan serangan hama tikus yang telah menggerogoti sebagian tubuh mumi tersebut. Yahones Kurisi, salah satu anak cucu keturunan kepala suku Alouka Hubi dari suku Hubi-Kurisi dan Wantik-Wentete menyatakan bahwa berdasarkan kepercayaan mereka kepala suku perang Alouka Hubi rela mengorbankan dirinya saat wafat agar dikeringkan dan dijadikan mumi. Hal ini dilakukaannya untuk menyelamatkan suku yang berada di Lembah Baliem Wamena yang saat itu selalu digenangi air.
Sehingga melalui jasad yang telah dikeringkan tersebut, air Lembah Baliem pun menjadi kering dan dapat di tumbuhi tanaman serta pepohonan bagi oleh keturunannya. Hingga kini lembah baliem tidak lagi digenangi air. Sementara itu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayawijaya. Alpius Wetipo, menyambut baik diijinkannya mumi Alouka Hubi untuk didata sebagai benda bersejarah dan dijadikan objek wisata bagi pemerintah daerah. Dengan demikian mumi tersebut akan mendapatkan perhatian dan perawatan yang lebih baik sehingga tidak bertambah rusak kondisinya. Kondisi mumi Alouka Hubi saat ini, kulit wajah dan badan masih utuh walaupun sebagian kaki dan pergelangan kaki sudah agar rusak dimakan rayap. Hal ini menjadi benda bersejarah masyarakat pegunungan yang pernah memiliki kepercayaan yang teguh pada masa itu, dengan menjadikan tubuh mereka mumi untuk menyelamatkan anak cucu mereka.
No comments:
Post a Comment