Monday, 18 July 2011

Marina Mahathir: Rakyat Malaysia Marah

Aksi unjuk rasa Bersih 2.0 yang sempat menghebohkan Malaysia Sabtu pekan lalu, diikuti oleh berbagai pengunjuk rasa dari berbagai latar belakang profesi, usia, maupuan etnik. Tua-muda, Melayu, China, India, bahkan kabarnya seorang pekerja seks komersial di Malaysia pun sampai rela cuti untuk ikut dalam demonstrasi tersebut.

Namun, siapa sangka, putri mantan orang yang paling berkuasa di Malaysia, Mahathir Mohammad, juga turun ke jalan bersama puluhan ribu pengunjuk rasa, demi memperjuangkan pemilu yang bersih di Malaysia.

Dia adalah Marina Mahathir, anak pertama Mahathir, Perdana Menteri ke-4 Malaysia, yang sempat memenjarakan lawan politiknya, Anwar Ibrahim, dengan Internal Security Act. Namun, pada aksi unjuk rasa yang juga diikuti oleh Anwar Ibrahim, istri, dan anak-anaknya, Marina tak segan-segan turun ke jalan. Juga bersama anak perempuannya.

Marina memang dikenal memiliki pandangan politik yang berbeda dengan ayahnya. Ia adalah tokoh LSM sekaligus blogger terpandang di negaranya. Saat dua blogger Malaysia, Ahirudin Attan dan Jeff Ooi, didera kasus hukum pada 2007, Marina langsung membantu mereka.

Selama belasan tahun ia juga menjadi aktivis di bidang AIDS dan memiliki kepedulian terhadap masalah perempuan. Tak hanya itu, perempuan bersuamikan fotografer profesional asal Indonesia, Tara Sosorwardoyo, itu juga adalah seorang produser TV dan menjadi kolumnis di Koran Star. 

Dalam blognya, Marina mengaku sempat ragu turun ke jalan. Apalagi setelah mengetahui ada latihan gabungan antara tentara Malaysia dengan polisi anti huru-hara sebelum aksi digelar. Tapi karena anak perempuan dan teman-temannya juga ikut dalam aksi itu, tekad Marina bulat. "Bisakah saya memaafkan diri saya bila terjadi sesuatu terhadap mereka?"

Melalui surat elektronik, VIVAnews.com pada Kamis, 14 Juli 2011, mewawancarai Marina mengenai aksi unjuk rasa itu. Berikut petikannya.

Mengapa Anda ikut dalam aksi Bersih 2.0 bersama sekitar sekitar 50 ribu demonstran?

Saya adalah anggota Dewan Direktur Sister in Islam, salah satu dari 62 LSM yang menjadi anggota gabungan Bersih 2.0. Kami amat setuju dengan proteksi terhadap hak asasi manusia termasuk hak rakyat Malaysia untuk menyuarakan pendapat mereka dan berkumpul seperti tertulis dalam Konstitusi Federasi Malaysia.

Selain itu, secara pribadi saya juga sangat marah dengan serangan pribadi terhadap Datuk Ambiga Sreenivasan, Ketua Bersih 2.0, oleh pihak Kerajaan, termasuk Perdana Menteri sendiri.

Saya rasa, rakyat Malaysia sangat terkejut dengan tindakan ini. Juga  tindakan Kerajaan menahan anggota-anggota Partai Sosialis Malaysia dengan alasan mereka 'komunis'. Sebuah tuduhan yang sangat tidak berdasar.

Atau menahan setiap orang yang menggunakan t-shirt kuning, lambang gerakan Bersih 2.0 dan sebagainya. Rakyat marah atas penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak Kerajaan. Itu sebabnya massa yang selama ini tidak pernah memprotes, berjalan bersama-sama dalam aksi 9 Juli ini.

Anda sempat mendapat perlakuan kasar dari polisi?

Saya bernasib baik, karena berjalan di kawasan dimana polisi tidak langsung menggunakan kekerasan. Mereka memberi peluang kepada rakyat yang memprotes untuk berjalan ke arah Stadium Merdeka, menyorak dan sebagainya, dan kemudian membubarkan diri dengan aman.

Polisi di situ benar-benar profesional. Jadi saya sendiri tidak mengalami atau melihat kekerasan polisi sedikitpun. Dan sebenarnya tidak ada alasan untuk bertindak keras. Para pengunjuk rasa ini sangat aman dan berdisiplin selama di jalanan sekitar Kuala Lumpur.

Mereka mewakili semua lapisan masyarakat, tua muda, dari semua komunitas, dan tidak seorang pun yang saya lihat, bersikap agresif. Malah suasana di situ seperti karnaval. Mereka meramaikan aksi dengan nyanyian dan tarian.

Tetapi di tempat lain, para pengunjuk rasa mengalami kekerasan yang berlebihan. Ada banyak cerita dari peserta lain, termasuk rekan kerja saya. Mereka merasakan gas air mata, meriam air, dan kondisi huru-hara.

Walaupun mereka tidak melakukan hal-hal yang provokatif, tetapi mereka tetap diserang polisi. Dan terus dikejar walaupun telah melarikan diri. Mereka dikejar dan terus diserang dengan gas ke dalam pekarangan Rumah Sakit Tung Shin.

Besarnya peserta unjuk rasa bisa dianggap sebagai gambaran bahwa mayoritas rakyat Malaysia menghendaki perubahan?

Saya tidak tahu pasti. Tetapi saya tahu bahwa banyak orang yang tidak bisa ikut unjuk rasa namun tetap bersimpati. Di Malaysia kami jarang unjuk rasa seperti itu. Jadi, ada juga banyak orang yang agak takut untuk ikut, karena takut akan terjadi kekerasan.

Tetapi kali ini banyak juga yang kemudian memberanikan diri turun ke jalan, termasuk saya. Saya rasa, mereka yang betul-betul prihatin kepada apa yang sedang terjadi di Malaysia ini, semuanya bersimpati. Baik yang ikut unjuk rasa, maupun yang tidak.

Bagaimana peran jejaring sosial dalam unjuk rasa Bersih 2.0?

Saya dan teman-teman saya memang bergantung kepada media sosial seperti Twitter dan Facebook untuk mengikut perkembangan Bersih 2.0. Tapi, pada hari itu kami agak diam di Twitter supaya pihak penguasa tidak dapat mengetahui dengan tepat apa rencana kami semua.

Dan sebenarnya, selain daripada teman-teman kami, saat itu kami tidak tahu siapa lagi yang akan datang untuk ikut unjuk rasa. Jadi agak mengejutkan juga bagi kami semua ternyata beribu-ribu orang hadir di situ. Bayangkan, berapa banyak lagi yang akan hadir bila polisi tidak memblokir jalan ke Kuala Lumpur pada hari itu.

Pemerintah Malaysia memantau perkembangan akun-akun oposisi di media sosial?

Pihak Kerajaan atau lebih tepatnya pihak Barisan Nasional mempunyai kelompok 'cybertroopers' yang bertugas untuk menjawab semua hal yang negatif tentang mereka di Internet.

Tetapi mereka tidak berhasil. Hanya berhasil di kalangan pengikut dan pendukung mereka saja. Sebab amat mudah untuk mengidentifikasi mereka. Juga pendekatan mereka agak kasar, tidak berdasarkan fakta dan berulang-ulang, dengan alasan yang tidak orisinil dan masuk akal. 

Apa alasan Anda menjadi blogger?

Saya mulai ngeblog pada tahun 2006, hanya karena ingin tahu apa itu blogging. Sejak itu saya ngeblog untuk menyatakan pendapat dengan bebas, mendidik pembaca mengenai isu-isu yang penting bagi saya dan kadang-kadang juga untuk menghibur. Saya juga mengasuh sebuah kolom di koran The Star sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Jadi semua orang tahu pendapat saya mengenai isu-isu terkini.

Pendapat pribadi Anda di blog pernah membuat pemerintah Malaysia, atau mungkin bahkan ayah Anda marah?

Saya tidak pernah dimarahi oleh pemerintah atau ayah saya. Tetapi pernah juga dari pihak The Star, karena takut reaksi pemerintah, mencoba menyensor kolom saya dengan alasan topiknya yang terlalu 'sensitif'. Tapi saya kemudian mempostingnya di blog saya. Saya sendiri sekarang agak malas untuk ngeblog dan lebih sering ngetweet di Twitter dan menggunakan Facebook.

Akankah seperti apa perjuangan demokratisasi di Malaysia ke depan? Bisakah Bersih 2.0 terus menjadi penggerak perubahan Malaysia?

Sukar untuk melihat ke depan. Warga Malaysia kadang-kadang pendek perhatiannya. Tetapi jika pihak penyelenggara Bersih 2.0 terus memperingatkan masyarakat luas mengenai isu-isu yang penting ini, mungkin ada harapan bahwa momentum ini akan terus meningkat. 

No comments:

Post a Comment