Oleh: Aris Prasetyo |
Pemukiman Suku Bajo di Desa Torosiaje Laut, Kecamatan Popayato, Pohuwato, Gorontalo, berdiri tegak di atas permukaan laut Teluk Tomini. Perkampungan yang berdiri sejak 1901 ini menawarkan pesona Teluk Tomini yang indah, terutama saat matahari terbit dan tenggelam. Berlimpahnya ikan menjadi penambah daya tarik tersendiri. Dalam sejarah, Suku Bajo dikenal sebagai pelaut ulung yang hidup di lautan. Mereka mendirikan gubuk di atas laut yang disangga batang balok kayo. Dalam bahasa Bajo, toro adalah 'tanjung' dan siaje merupakan julukan kepada seseorang yang berarti 'si aje' (si haji). Artinya, Torosiaje adalah tanjung yang ditemukan oleh seorang pria bergelar haji dan dipanggil siaje saat itu.
Desa Torosiaje Laut atau yang kerap disebut dengan Kampung Bajo berjarak sekitar 400 kilometer dari pusat Kota Gorontalo dan bisa ditempuh 7-8 jam perjalanan darat. Dari arah Bandar Udara Djalaluddin, pengunjung bisa menyewa mobil taksi pelat hitam menuju Torosiaje. Rata-rata sewa tarif taksi selama 24 jam adalah Rp 250.000-Rp 300.000. Perjalanan menuju Torosiaje adalah menuju ke arah Sulawesi Tengah atau ke arah barat dari bandar udara. Setiba di dermaga menuju Desa Torosiaje Laut, sudah ada beberapa lelaki yang menunggu di mulut jembatan menuju dermaga. Mereka adalah tukang ojek perahu yang mengantar penumpang bolak-balik ke daratan menuju Torosiaje Laut. Ongkosnya murah, setiap penumpang dipungut Rp 2.000 untuk menuju desa orang suku Bajo yang berjarak 500-an meter dari darat itu.
Meski perkampungan ini telah berusia 110 tahun, jangan dibayangkan kampung ini tertinggal atau masih primitif. Torosiaje telah dipoles menjadi kampung wisata bahari yang unik pada 2007. Sudah ada sarana penginapan, sekolah, masjid, rumah makan, toko kelontong, termasuk toko perlengkapan telepon seluler. Warga di sana juga sudah menikmati layanan televisi berbayar. Warga Kampung Bajo sangat ramah. Mereka selalu tersenyum dan kerap menyapa pendatang atau wisatawan yang berkunjung. Setelah menyeberang dengan perahu, pengunjung mendaratkan kakinya di atas papan kayo di perkampungan ini. Kampung Bajo yang terdiri dari dua dusun, yakni Mutiara dan Bahari Jaya, berpola seperti huruf U. Rumah yang berjumlah 245 unit dan dihuni 338 keluarga (1.334 orang) itu terhubung oleh koridor beratap berbahan kayo selebar 2 meter dengan panjang 2 kilometer.
Nyaris di setiap rumah di Kampung Bajo terdapat karamba di bagian bawah rumah. Di dalam karamba berisi berbagai jenis ikan yang biasa dikonsumsi orang Bajo, yakni jenis ikan batu, kerapu, lajang, atau cakalang. Untuk memasak lauk ikan, mereka tinggal mengambil menggunakan jaring. Mudah sekali. Mudahnya mendapatkan ikan di Torosiaje ibarat memetik bunga di taman. Bahkan, anak-anak di kampung ini salah satu aktivitas bermainnya adalah memancing ikan. Mereka biasanya memancing sambil duduk di koridor dengan menggunakan alat pancing berusa tali plastik (senar) dengan umpan ikan kecil. Menu di warung yang ada pun selalu ikan dan ikan. Anda mau tahun seberapa lama menghabiskan ikan? Tidak perlu takut karena ikan akan selalu disediakan terus-menerus. Ada dua jenis masakan ikan di sana, yaitu digoreng atau dibakar. Sayurnya biasanya tumis kangkung atau kol. Adapun pelengkapnya adalah dabu-dabu, sambal khas Gorontalo. Hmmm... terbayang betapa sedapnya dinikmati dengan nasi yang masih mengepul serta tiupan angin Teluk Tomini.
Nah, yang perlu diingat saat menginap di desa ini adalah jangan sesekali melewatkan matahari terbit. Dari desa tersebut, kita bisa menyaksikan detik demi detik sang surya muncul dari ufuk timur jika beruntung langit sedang cerah. Saat itulah cahaya keemasannya menyiram perairan laut sehingga bak bertaburan emas. Jangan lupa abadikan dengan kamera. Tenggelamnya matahari juga menyuguhkan siluet perahu-perahu nelayan Bajo yang membelah laut. Sangat indah. Menurut Kepala Desa Torosiaje Laut Gootge Repi (63), wisatawan ramai berkunjung saat liburan atau akhir pekan. Jumlah pengunjung bisa mencapai 100 orang pada akhir pekan. Jumlah tersebut melonjak saat musim liburan.
"Jika penginapan penuh, rumah-rumah warga siap menjadi penginapan. Umumnya sebagian rumah warga di sini memang memiliki kamar untuk disewakan kepada pengunjung dengan tarif rata-rata Rp 50.000 per orang per malam," ucap Repi. Wahiyudin Mamonto (35), salah seorang wisatawan di Kampung Bajo, mengaku terkesan dengan keindahan alam laut di Torosiaje. Ketenangan suasana, angin sepoi-sepoi, dan ombaknya yang kalem sangat cocok untuk melepas penat pada akhir pekan setelah sebelumnya disibukkan oleh urusan pekerjaan. "Selain alam lautnya yang indah dan nyaman, saga terkesan dengan masakan orang-orang Bajo di sini. Luar biasa nikmat. Masakan ikan mereka berhasil membuat nafsu makan loan menggelora," kata pria yang bekerja di satu badan usaha milik negara di Gorontalo itu.
Bagi Anda yang hendak mengunjungi Kampung Bajo di Torosiaje tak perlu cemas perjalanan panjang di darat akan membosankan. Sejak berangkat dari Kota Gorontalo, Anda juga bisa singgah di Pantai Bolihutuoa di Kabupaten Boalemo. Setelah perjalanan darat selama tiga jam dari Kota Gorontalo, pantai ini akan dilewati saat hendak menuju Torosiaje. Selepas Boalemo, Anda akan melewati rimbunnya Cagar Alam Tanjung Panua di Kabupaten Pohuwato atau sekitar tiga jam perjalanan dari Boalemo. Selain bisa beristirahat di tepi jalan yang rindang, di sepanjang jalan juga banyak dijual madu hutan.
Desa Torosiaje Laut atau yang kerap disebut dengan Kampung Bajo berjarak sekitar 400 kilometer dari pusat Kota Gorontalo dan bisa ditempuh 7-8 jam perjalanan darat. Dari arah Bandar Udara Djalaluddin, pengunjung bisa menyewa mobil taksi pelat hitam menuju Torosiaje. Rata-rata sewa tarif taksi selama 24 jam adalah Rp 250.000-Rp 300.000. Perjalanan menuju Torosiaje adalah menuju ke arah Sulawesi Tengah atau ke arah barat dari bandar udara. Setiba di dermaga menuju Desa Torosiaje Laut, sudah ada beberapa lelaki yang menunggu di mulut jembatan menuju dermaga. Mereka adalah tukang ojek perahu yang mengantar penumpang bolak-balik ke daratan menuju Torosiaje Laut. Ongkosnya murah, setiap penumpang dipungut Rp 2.000 untuk menuju desa orang suku Bajo yang berjarak 500-an meter dari darat itu.
Meski perkampungan ini telah berusia 110 tahun, jangan dibayangkan kampung ini tertinggal atau masih primitif. Torosiaje telah dipoles menjadi kampung wisata bahari yang unik pada 2007. Sudah ada sarana penginapan, sekolah, masjid, rumah makan, toko kelontong, termasuk toko perlengkapan telepon seluler. Warga di sana juga sudah menikmati layanan televisi berbayar. Warga Kampung Bajo sangat ramah. Mereka selalu tersenyum dan kerap menyapa pendatang atau wisatawan yang berkunjung. Setelah menyeberang dengan perahu, pengunjung mendaratkan kakinya di atas papan kayo di perkampungan ini. Kampung Bajo yang terdiri dari dua dusun, yakni Mutiara dan Bahari Jaya, berpola seperti huruf U. Rumah yang berjumlah 245 unit dan dihuni 338 keluarga (1.334 orang) itu terhubung oleh koridor beratap berbahan kayo selebar 2 meter dengan panjang 2 kilometer.
Nyaris di setiap rumah di Kampung Bajo terdapat karamba di bagian bawah rumah. Di dalam karamba berisi berbagai jenis ikan yang biasa dikonsumsi orang Bajo, yakni jenis ikan batu, kerapu, lajang, atau cakalang. Untuk memasak lauk ikan, mereka tinggal mengambil menggunakan jaring. Mudah sekali. Mudahnya mendapatkan ikan di Torosiaje ibarat memetik bunga di taman. Bahkan, anak-anak di kampung ini salah satu aktivitas bermainnya adalah memancing ikan. Mereka biasanya memancing sambil duduk di koridor dengan menggunakan alat pancing berusa tali plastik (senar) dengan umpan ikan kecil. Menu di warung yang ada pun selalu ikan dan ikan. Anda mau tahun seberapa lama menghabiskan ikan? Tidak perlu takut karena ikan akan selalu disediakan terus-menerus. Ada dua jenis masakan ikan di sana, yaitu digoreng atau dibakar. Sayurnya biasanya tumis kangkung atau kol. Adapun pelengkapnya adalah dabu-dabu, sambal khas Gorontalo. Hmmm... terbayang betapa sedapnya dinikmati dengan nasi yang masih mengepul serta tiupan angin Teluk Tomini.
Nah, yang perlu diingat saat menginap di desa ini adalah jangan sesekali melewatkan matahari terbit. Dari desa tersebut, kita bisa menyaksikan detik demi detik sang surya muncul dari ufuk timur jika beruntung langit sedang cerah. Saat itulah cahaya keemasannya menyiram perairan laut sehingga bak bertaburan emas. Jangan lupa abadikan dengan kamera. Tenggelamnya matahari juga menyuguhkan siluet perahu-perahu nelayan Bajo yang membelah laut. Sangat indah. Menurut Kepala Desa Torosiaje Laut Gootge Repi (63), wisatawan ramai berkunjung saat liburan atau akhir pekan. Jumlah pengunjung bisa mencapai 100 orang pada akhir pekan. Jumlah tersebut melonjak saat musim liburan.
"Jika penginapan penuh, rumah-rumah warga siap menjadi penginapan. Umumnya sebagian rumah warga di sini memang memiliki kamar untuk disewakan kepada pengunjung dengan tarif rata-rata Rp 50.000 per orang per malam," ucap Repi. Wahiyudin Mamonto (35), salah seorang wisatawan di Kampung Bajo, mengaku terkesan dengan keindahan alam laut di Torosiaje. Ketenangan suasana, angin sepoi-sepoi, dan ombaknya yang kalem sangat cocok untuk melepas penat pada akhir pekan setelah sebelumnya disibukkan oleh urusan pekerjaan. "Selain alam lautnya yang indah dan nyaman, saga terkesan dengan masakan orang-orang Bajo di sini. Luar biasa nikmat. Masakan ikan mereka berhasil membuat nafsu makan loan menggelora," kata pria yang bekerja di satu badan usaha milik negara di Gorontalo itu.
Bagi Anda yang hendak mengunjungi Kampung Bajo di Torosiaje tak perlu cemas perjalanan panjang di darat akan membosankan. Sejak berangkat dari Kota Gorontalo, Anda juga bisa singgah di Pantai Bolihutuoa di Kabupaten Boalemo. Setelah perjalanan darat selama tiga jam dari Kota Gorontalo, pantai ini akan dilewati saat hendak menuju Torosiaje. Selepas Boalemo, Anda akan melewati rimbunnya Cagar Alam Tanjung Panua di Kabupaten Pohuwato atau sekitar tiga jam perjalanan dari Boalemo. Selain bisa beristirahat di tepi jalan yang rindang, di sepanjang jalan juga banyak dijual madu hutan.
No comments:
Post a Comment