Amerika Serikat tertarik mendirikan pangkalan pesawat pengintai di suatu kepulauan terpencil milik Australia yang terletak di sebelah barat Samudera Hindia atau di sebelah barat laut Indonesia. Namun, Australia mengaku belum menganggap serius minat AS itu. Menurut harian The Washington Post, wilayah yang dimaksud adalah Kepulauan Cocos, yang berjarak 3.000 km di sebelah barat daratan Australia dan sebelah selatan Pulau Sumatra, Indonesia. Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith juga mengungkapkan telah muncul wacana untuk menjadikan Kepulauan Cocos milik Australia sebagai pangkalan militer AS. Namun, dia mengatakan Australia belum bersedia menindaklanjuti ide itu secara serius. Itu juga tidak termasuk dalam rencana yang disiapkan Canberra untuk memperkuat hubungan militer dengan AS dalam waktu dekat.
"Kami melihat Cocos berpotensi menjadi lokasi strategis dalam jangka panjang. Namun, itu masih merupakan wacana," kata Smith. Smith menegaskan keberadaan militer AS di kawasan Asia Pasifik berguna untuk menegakkan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran. Itulah sebabnya Australia tahun lalu mengizinkan rencana AS menambah kekuatan pasukan marinirnya secara bertahap di Darwin--sebelah tenggara Indonesia--sebanyak 2.500 personel mulai tahun ini. Menurut harian The Washington Post, Departemen Pertahanan AS (Pentagon) tertarik menggunakan Cocos Islands sebagai pangkalan baru bagi armada pesawat pengintai mereka supaya bisa terbang memantau keadaan di Laut China Selatan. Kawasan itu rawan konflik karena berlokasi sangat strategis bagi jalur perdagangan dan kaya akan sumber daya alam.
Sejumlah negara, seperti China, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Taiwan selama ini bersitegang mengklaim batas maritim di Laut China Selatan. Apalagi dalam beberapa bulan terakhir sudah muncul "benturan kecil" yang melibatkan kapal-kapal dari sejumlah negara yang berkepentingan. Menurut Washington Post, Cocos Islands bisa menjadi alternatif bagi AS untuk mendirikan pangkalan militer baru. Apalagi kontrak hak guna salah satu pangkalan AS saat ini yang berlokasi di suatu pulau milik Inggris di Samudera Hindia, Diego Garcia, akan habis pada 2016 dan belum ada tanda-tanda perpanjangan.
"Kami melihat Cocos berpotensi menjadi lokasi strategis dalam jangka panjang. Namun, itu masih merupakan wacana," kata Smith. Smith menegaskan keberadaan militer AS di kawasan Asia Pasifik berguna untuk menegakkan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran. Itulah sebabnya Australia tahun lalu mengizinkan rencana AS menambah kekuatan pasukan marinirnya secara bertahap di Darwin--sebelah tenggara Indonesia--sebanyak 2.500 personel mulai tahun ini. Menurut harian The Washington Post, Departemen Pertahanan AS (Pentagon) tertarik menggunakan Cocos Islands sebagai pangkalan baru bagi armada pesawat pengintai mereka supaya bisa terbang memantau keadaan di Laut China Selatan. Kawasan itu rawan konflik karena berlokasi sangat strategis bagi jalur perdagangan dan kaya akan sumber daya alam.
Sejumlah negara, seperti China, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Taiwan selama ini bersitegang mengklaim batas maritim di Laut China Selatan. Apalagi dalam beberapa bulan terakhir sudah muncul "benturan kecil" yang melibatkan kapal-kapal dari sejumlah negara yang berkepentingan. Menurut Washington Post, Cocos Islands bisa menjadi alternatif bagi AS untuk mendirikan pangkalan militer baru. Apalagi kontrak hak guna salah satu pangkalan AS saat ini yang berlokasi di suatu pulau milik Inggris di Samudera Hindia, Diego Garcia, akan habis pada 2016 dan belum ada tanda-tanda perpanjangan.
No comments:
Post a Comment