Monday 9 April 2012

Beda Penulis dan Pencerita

Oleh: Rgds/ Adhitya
@adhityamulya 

Gajah mengandung selama 22 bulan. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan gajah, perkenalkan nama saya Adhitya Mulya. Biasa dipanggil Adit. Tahun ini umur saya 35 (penting!) dan pelanggan tetap onclinic.

Buku pertama saya adalah Jomblo (fiksi 2003). Alhamdulillah terbit (nyaris nggak). Abis itu ada Gege mengejar Cinta (fiksi 2004). Abis itu skrip film Jomblo (fiksi 2005). Abis itu Travelers Tale (fiksi 2007) abis itu catatan mahasiswa gila (non fiksi 2011) dan terakhir skrip film Testpack (fiksi 2012) yang saya adaptasikan dari novel istri saya sendiri, Tamara Blezinsky.

Nggak deng, istri saya, Ninit Yunita.

Anyway. Di posting pertama ini saya ingin sebuah persepsi tentang bedanya penulis dan pencerita. Ada banyak mispersepsi akan profesi dari keduanya. Banyak yang mengira sama padahal beda. Kepada semua grasshoppers (halaaah) yang pernah meminta ilmu dari saya (yang mana gak banyak, beneran deh, gue gak gitu-gitu amat juga). Gue selalu menekankan agar mereka menjadi pencerita dan bukan penulis.

Pencerita

Pencerita adalah profesi yang lebih multiguna dari penulis. Bagaimana kita dapat membedakan seorang pencerita dari seorang penulis? Atau dari seorang pelukis? Atau dari seorang kartunis? Seorang pencerita adalah teman kita yang setiap kali mereka bercerita teman-temannya selalu ngumpul di sekeliling dia. Duduk atau jongkok (optional tergantung selera dan berat badan) mendengar pencerita ini dengan seru. Itu, pencerita.

Pencerita adalah salah satu profesi yang paling tua di dunia, setelah penggembala dan petani. Manusia-manusia gua cro-magnon dulu bercerita dengan memakai lukisan. Di dinding gua di Perancis, merka menggambar bison, gajah dan aktifitas perburuan mereka. Dari gambar itu, mereka rekam cerita kehidupan mereka dan lestari puluhan ribu kemudian untuk kita lihat. Mahabarata ditulis pujangga Hindu dalam sebuah buku untuk dibaca oleh umat sesudahnya. Seorang kakek tua di setiap suku di Indonesia menyanyikan lagu dan mereka turunkan secara turun temurun agar Cerita dan pesan dari masa lalu yang terkandung di dalamnya tidak hilang. Itu lah cerita. Cerita melalui bentuk apa saja. Lagu, gambar, film, animasi, dan tulisan.
Seorang penulis, belum tentu seorang pencerita. Namun seorang pencerita cenderung memiliki potensi untuk dapat bercerita dengan apa saja. Sodorkan sebuah kertas pada seorang pencerita, dia akan menulis cerita. Sodorkan sebuah kamera, dan dia akan memotret cerita kehidupan seseorang. Sodorkan dia sebuah kamera film, dan dia akan mennyutradari sebuah film. Sodorkan dia sebuah organ (ginjal, limpa) dan dia akan bercerita dari musiknya.

Dan ini bukan teori. Ini adalah fakta yang saya sarikan dari 9 tahun menulis dan bercerita dan bergaul dengan pencerita lain. Hanung Bramantyo adalah seorang yang jenius. Dia senang teater dari dulu. Dia mulai men-direct teater. Bakat musiknya juga ada. Suatu hari dia pernah men-direct sebuah FTV. Ternyata piñata musiknya jatuh sakit dan Hanung menghadapi deadline. Dia ambil organ dan dia mulai scoring sendiri musik untuk FTV dia sendiri. Hasilnya? FTVnya gak juara, malah scoringnya yang mendapat penghargaan.

Monty Tiwa adalah bukti satu lagi pencerita yang andal. Film Mendadak Dangdut itu dia yang direct dan dia juga yang mengarang lagu-lagunya. Hebat kan? Itu lah pencerita, sodorkan mereka apa saja,dan mereka akan gunakan alat itu untuk bercerita.

Nah gue sendiri? Well gue gak se-ekstrim mereka. Tapi sebenarnya gue bukan seorang penulis yang baik. Waktu kecil gue senengnya gambar, Gue punya 1 rim A4 tentang cerita 5 jagoan dan petualangannya. Di saat kuliah, gambar menjadi boring dan gue mulai fotografi. Gue mulai sering cari duit dari bikin foto esai. Di saat kerja, foto gak bisa dilakukan karena kerja. Akhirnya saya bercerita dengan cara menulis.

Bagaimana membedakan seorang pencerita dan penulis ketika membaca novel?

Seorang pencerita yang menulis, rata-rata memiliki visi akan novelnya di kala dia menulis novel itu. Itu sebabnya untuk beberapa novel, oleh kita dapat terbayang dengan sangat jelas apa yang penulis ingin gambarkan. Ini karena pencerita tersebut di kala menulis, dia membayangkan bagaimana cerita tersebut mengalirdalam bentuk visual (film). Di beberapa novel lain, gelap gulita.

Bagaimana Melatih Diri Kita Untuk Menjadi Seorang Pencerita?

Syaratnya ada 3. Pertama, latihan. Kedua, latihan. Ketiga latihan. Intinya sih latihan. Pertama, biasakan diri berdiam, pejamkan mata dan bayangkan bagaimana cerita mengalir dalam bentuk visual. Kedua, biasakan bercerita dengan kamera juga. Bikin essay foto. Itu sangat membantu. Jika kita bisa main gitar atau alat musik, ga ada salahnya coba bercerita dengan lagu.

Baiklah, ini udah larut dan gue masih harus nimba. Well terima kasih atas kesepatan yang serapers berikan pada saya. Semoga postingan ini membantu. Kalo saya baca-baca dari postingan di forum ini, bacaannya udah canggih ya. Saya mah lewat euy. Banyak juga ya yang sudah menerbitkan buku, yang mana menujukkan bahwa level kemampuan bercerita serapers sudah tinggi. Makanya saya jadi bingung mau berbagi apa, udah pada jagoan di sini.

Sampai sini dulu dari saya. Jika ada pertanyaan, mohon kiranya direply aja di thread. Mohon maaf juga, saya kalo siang kerja dan kalo malem, harus menidurkan kedua anak di jam 8. Jadi waktu saya untuk membalas pertanyaan (jika ada) adalah lewat jam 8-9 malam.

Terima kasih sebelumnya, semoga sharing ini berguna dan semoga saya juga bsia belajar dari para serapers.

Terima kasih, wassalamu’alaikum.

No comments:

Post a Comment