Wiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang tekenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng. Wiro adalah seorang pendekar dengan senjata Kapak Maut Naga Geni 212 dan memiliki rajah "212" di dadanya. Wiro memiliki banyak kesaktian yang diperoleh selama petualangannya di dunia persilatan, dari berbagai guru. Jika dicermati, terasa sekali perubahan karakter, sifat dan sikap Wiro seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia. Sejak Wiro masih muda dan masih sableng-sablengnya hingga dewasa, sedikit demi sedikit pribadinya berubah menjadi lebih bijaksana dan berpikirnya pun lebih dewasa serta mengurangi kesablengannya yang kadang menyakiti perasaan orang lain. Walaupun sedikit ceriwis dan banyak disukai bahkan disayangi gadis-gadis cantik, tapi Wiro bukanlah tipe laki-laki brengsek pengobral cinta. Apalagi mulai dari episode Wasiat Iblis dan seterusnya, Wiro mengalami proses pendewasaan dalam dirinya, mulai dari cara berpikir maupun sikap dan tingkah lakunya.
Sampai sejauh ini Wiro pernah mengungkapkan perasaan cintanya secara langsung hanya kepada dua orang gadis saja, yaitu Bunga dan Bidadari Angin Timur. Setelah mengungkapkan kata-kata sayang dan cinta kepada Bunga, hanya kepada Bidadari Angin Timur lah Wiro kembali mengungkapkan perasaan hatinya. Itu pun karena ada alasan kuat kenapa Wiro pada akhirnya tak bisa bersatu dengan Bunga. Saat Wiro mengungkapkan perasaan hatinya kepada Bidadari Angin Timur pun terpaut perbedaan waktu cukup jauh dengan saat dimana Wiro menyatakan cintanya kepada Bunga. Wiro pernah menyukai atau mencintai gadis lain selain ketiga gadis di atas, tapi semua hanya Wiro pendam dalam hati dan tak sekalipun langsung Wiro ungkapkan dengan kata-kata. Apalagi bila akhirnya Wiro mengetahui bahwa gadis yang dicintainya lebih memilih pria lain, pendekar kita memilih lebih baik mundur dan merelakan si gadis pergi demi kebahagiaan gadis yang dikasihinya.
Mungkin kami keliru, tapi coba para sahabat baca kembali dan cari di episode mana Wiro mengobral kata-kata cinta secara serius selain kepada ketiga gadis di atas. Mungkin ini bisa sedikit membuka mata dan hati kita seperti apa pribadi dan karakter Pendekar 212 Wiro Sableng sebenarnya. Tentu kesan yang berbeda akan dirasakan oleh para sahabat yang baru saja membaca seluruh kitabnya, atau sudah membaca tapi tidak benar-benar mengikuti, atau bahkan hanya membaca selewat saja. Untuk memahami pribadi dan perkembangan karekter seorang Pendekar 212 Wiro Sableng, sebaiknya kita baca seluruh kitabnya, lebih bagus lagi bila secara berurutan. Membaca seluruh kitabnya pun rasanya tidak cukup bila hanya sekali, namun harus berkali-kali secara rutin yang dilakukan selama bertahun-tahun sehingga benar-benar meresap dalam hati dan sanubari kita. Saat itulah kita akan tahu seperti apa sebenarnya rahasia dan misteri terdalam dibalik serial Pendekar 212 Wiro Sableng ini.
Senjata utama Wiro Sableng. Sebuah kapak besar bermata dua, dengan gagang berupa seruling dan ujung gagang berbentuk kepala naga. Di masing-masing mata kapak terukir angka 212. Di seri pertama Wiro Sableng : "Empat Berewok dari Goa Sanggreng", dikatakan bahwa kapak ini terbuat dari logam dan gading. Mulut ukiran naga dapat menembakkan jarum-jarum beracun, dengan jalan menekan tombol rahasia pada kapak. "Seruling" di gagang kapak dapat ditiup dan mengeluarkan suara yang sangat dahsyat. Beberapa musuh WIro Sableng yang tidak dapat dibunuh dengan kesaktiannya yang lain, dapat dikalahkan atau dibunuh dengan bunyi seruling ini, misalnya : Dewi Siluman dari Bukit Tunggul pada episode Dewi Siluman dari Bukit Tunggul, atau nenek Arashi pada episode Pendekar Gunung Fuji. Kapak ini baru dapat digunakan dengan mengerahkan tenaga dalam. Tebasannya terlihat seperti sinar putih dan mengeluarkan bunyi seperti dengungan ratusan tawon. Kapak ini juga mengandung racun mematikan. Pada episode Tiga Setan Darah dan Cambuk Api Angin, di akhir episode, pemegang Cambuk Api Angin terbunuh oleh racun ini, setelah tangannya putus ditebas Kapak Maut Naga Geni 212. Batu hitam (batu bara? coal briquette?) seukuran telapak tangan orang dewasa, berukir angka 212. Jika batu hitam ini diadu dengan mata Kapak Maut Naga Geni 212, dapat memercikkan semburan api besar yang sangat panas. Senjata rahasia berbentuk bintang dengan ukiran angka 212, digunakan dengan cara dilemparkan, seperti senjata "shuriken" milik ninja. Bintang 212 digunakan dalam episode Keris Tumbal Wilayuda dan Rahasia Lukisan Telanjang
Tokoh ini lahir dari ide dan goresan tangan Ganes TH, seorang seniman warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang lahir dan besar di Tangerang. Sudah banyak karya komik (dulu istilahnya Cergam kependekan dari Cerita bergambar) yang dibuatnya antara lain jagoan betawi Si Djampang, tetralogi : Tjisadane, Krakatau, Tuan Tanah Kedawung, serta Nilam dan Kesumah. Kebanyakan diantaranya juga sudah difilmkan. Tapi memang yang paling fenomenal adalah Si Buta dari Gua Hantu. Seri cergam Si Buta dari Gua Hantu awalnya mengisahkan tentang seorang pendekar bernama Barda Mandrawata yang membutakan matanya sendiri demi menguasai jurus si Mata Malaikat untuk membalaskan dendam karena Mata Malaikat telah membunuh ayah dan saudara-saudara seperguruannya. Mata Malaikat digambarkan sebagai pendekar kejam yang tak tega membunuh korbannya yang kadang adalah rakyat jelata. Setelah menuntaskan dendamnya (ternyata Mata Malaikat itu nggak jago-jago banget!), tiba-tiba Barda diserang oleh seorang pendekar misterius bernama Sapu Jagat. Akibat serangan itu Barda Mandrawata terjatuh ke dalam jurang dan ternyata di dalamnya terdapat sebuah gua. Sewaktu sedang beristirahat, Barda dikejutkan oleh munculnya seekor ular raksasa yang menyerangnya. Setelah bertarung dengan sisa-sisa tenaganya ular tersebut akhirnya tewas di tangannya.
Yang lebih mengejutkan ternyata di dalam gua banyak pahatan di dinding yang menuliskan dan menggambarkan jurus-surus silat. Ternyata seorang pertapa sakti pernah tinggal di dalam sana dan meninggalkan pahatan ilmu silatnya untuk diwariskan. Barda pun lalu mempelajari dan melatih ilmu tersebut. Ia bertahan hidup dengan memakan daging ular yang dikeringkan, lalu kulitnya dijadikan pakaian. Setelah mengausai ilmu tersebut, Barda Mandrawata pun berkelana untuk membasmi kebatilan dan kejahatan sebagai pendekar berjuluk Si Buta dari Gua Hantu.
Pada dasarnya ada tiga versi yang tersebar di masyarakat mengenai si Pitung yaitu versi Indonesia, Belanda, dan Cina. Masing-masing penutur versi cerita tersebut memiliki versi yang berbeda dari cerita si Pitung itu sendiri. Apakah Si Pitung sebagai seorang pahlawan berdasarkan versi cerita Indonesia, dan sebagai seorang penjahat jika dilihat dari versi Belanda. Cerita Si Pitung ini dituturkan oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini dan menjadi bagian lengenda serta warisan budaya Betawi khususnya dan Indonesia umumnya. Kisah Legenda Si Pitung ini kadang-kadang dituturkan menjadi rancak (sejenis balada), sair, atau cerita Lenong. Menurut versi Koesasi (1992), Si Pitung diidentikan dengan tokoh Betawi yang membumi, muslim yang shaleh, dan menjadi contoh suatu keadilan sosial. Si Pitung lahir di daerah Pengumben sebuah kampung di Rawabelong yang pada saat ini berada di sekitar lokasi Stasiun Kereta Api Palmerah. Ayahnya bernama Bung Piung dan ibunya bernama Mbak Pinah. Pitung menerima pendidikan di pesantren yang dipimpin oleh Haji Naipin (seorang pedagang kambing). Seperti yang dikisahkan dalam film Si Pitung (1970). Si Pitung merupakan nama panggilan asal kata dari Bahasa Jawa Pituan Pitulung (Kelompok Tujuh), kemudian nama panggilan ini menjadi Pitung. Nama asli Si Pitung sendiri adalah Salihun (Salihoen). Menurut Hindia Olanda (18-10-1893:2) sebelum ditangkap Pitung dalam keadaan rambut terpotong, beberapa jam sebelum kematiannya pada hari Sabtu. Seperti yang diceritrakan oleh legenda bahwa kesaktian Si Pitung hilang akibat jimat-nya diambil orang (Versi Film Si Pitung Banteng Betawi), tetapi yang menarik, versi lain menyatakan, bahwa Si Pitung dapat di-"lemahkan" jika dipotong rambut-nya. Berdasarkan koran Hidia Olanda dikatakan bahwa sebelum kematiannya Si Pitung telah dipotong rambutnya.
Samson lahir setelah 13 bulan dalam kandungan ibunya (Mak Wok). Sebelum lahir, ia diramal Mas Sastro (Eddy Gombloh) bahwa anak pak Hamid (A. Hamid Arief) ini akan memiliki kekuatan besar dan bila bulu ketiaknya dicukur, kekuatannya akan hilang. Pak Hamid banyak dibuat pusing karena ulah Samson setelah lahir. Ia sering berkelahi sehingga para orang tua lawan berkelahinya sering minta ganti rugi kepada pak Hamid. Akhirnya keluarga Hamid jatuh miskin hingga akhirnya pada 17 tahun kemudian Samson bertekad ke kota untuk mencari pekerjaan. Di kota ia bertemu Siti Duile (Yatni Ardi) secara tidak sengaja yang hampir ditabrak mobil. Samson menolong Duile dan mereka berkenalan. Secara diam-diam Sutan Malenggang Di Langit (Mansyur Syah), seorang promotor, juga melihat kejadian itu, dan akhirnya mengajak Samson berpartner dalam mengadakan pertunjukan yang menampilkan Samson sebagai orang kuat dan pertandingan gulat. Kerja sama pun dijalin. Samson selalu berhasil dalam pertandingan gulat hingga popularitas Samson mencapai puncaknya. Sementara itu Samson menjalin hubungan erat dengan Duile. Tidak disangka, lawan gulat Samson berikutnya adalah kakak Duile. Duile diutus kakaknya untuk mengorek rahasia kekuatan Samson. Setelah dirayu, Samson menceritakan rahasia kekuatannya pada Duile, dan pada saat Samson tertidur, Duile tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk mencukur habis bulu ketiak Samson. Pada saat pertandingan, Samson tidak berkutik dalam melawan kakak Duile dan akhirnya kalah.
No comments:
Post a Comment